Search This Blog

REMEMBERING OUR PRECIOUS DAUGHTER, HARRIETT ELIZABETH TEJALAKSANA (June. 27, 2015)

Benaiah is already with us. He is so precious boy.

Sunday, November 28, 2010

TELL THE CHRISTMAS STORY WITH A PILLOW

My Christmas Pillow
This Christmas story to be told to children or used in an all-age setting. All you need is a pillow with a white pillowcase. As you tell the story of the nativity you use the pillow as a prop to enhance the impact. You might like to invite a boy and a girl to come out the front and assist you with each of the pillow posotions. Have fun with your reactions and invite the children to respond. The photos give you some guide.
(Holding up the pillow) Who can tell me how many more sleeps there are till Christmas Day?

Some people will be hanging up empty pillowcases this Christmas time in the hope of receiving some presents on Christmas Day. But let me show you what I’ve called My Christmas Pillow. This pillow reminds me in lots of ways about the true meaning of Christmas

 Let me show you My Christmas Pillow’
The Christmas story goes way back to a time when a teenage girl named Mary loved God very much. She had an unexpected visit from an angel at her home in Nazareth.
 What a surprise for Mary to have God’s messenger come and visit her with some special news. The Angel named Gabriel told Mary that she was to have a very special baby who’s name was to be Jesus. He will be great and will be called the Son of the Most High-God.
(This angel might have had big wings like these.)

  Hold the pillow firmly in the middle to make it look like wings.
Mary looked very, very surprised!
Mary soon saw that the words of the angel were true and she knew she was going to have a baby. Mary and Joseph had to travel a long way back to the town where they had been born - to Bethlehem. I don’t think poor Mary and Joseph would have had a saddle on the donkey or anything like a soft pillow for the pregnant Mary to lie down on at night time.
  she was going to have a babysaddle on a donkey
When they finally arrived at the town of Bethlehem they soon found that the place was crowded with lots of people who had come back to be counted by the Romans. Joseph tried hard to find a comfortable place for Mary to have her baby but as he knocked on doors all he was told was that there was no room for them to stay.
...as he knocked on doors...
 Joseph kept on trying until eventually an innkeeper found a place around the back in the stable with some animals. 
 It might have looked a bit like a stable or a cave.
At least now Mary could lie down as the baby was about to be born. And that’s what happened on that first Christmas night. Mary gave birth to the beautiful baby- the baby Jesus. She wrapped him up in cloths and placed him in a manger.
... Mary wrapped him up in cloths. (Hold the pillow tight like a baby and rock.
During that night Mary and Joseph had a visit from some shepherds who told an amazing story about how they had been out on the nearby hills watching their sheep. They had seen and heard angels singing in the sky and announcing the birth of a baby in Bethlehem.
...visit from some shepherds... watching sheep...
They had run to find the baby. How surprised and joyful they had been when they found out what God had said through the angel was true.

Later on there were more visitors as wise men from the East arrived to give special presents of gold and frankincense and myrrh. They told Mary and Joseph about their long journey following a bright star which led them right to the baby Jesus. They bowed before baby Jesus to offer their gifts. They knew that this baby was a special king who was the ruler of all people - young and old, poor and rich. Jesus was God's Son with us
...wise men from the East arrived to give special presents..
You might like to invite a child to come forward and put their head on the pillow at this point and show how they go to sleep
Little baby Jesus didn’t have a soft bed or a soft pillow to lay his head upon.
 Pretend to go to sleep on the pillow. Perhaps snore loudly!
This child-king didn’t have the kind of servants who fussed over him and made his bed for him.
When you lie down tonight on your soft pillow you might like think about the first Christmas and say a big thank you to God. Remember, God showed us just how much He loves us by sending Jesus to live with us. When Jesus was older, he lay down his life upon a cross of wood to save all people from their sins.

© Don Stott, http://eliab.com, 2006
The Son of Man has no place to lay his head. Mattthew 8:20
 
Did you hear about the guy who dreamt he swallowed five pounds of marshmallow and woke up in the morning to find his pillow missing?

Tuesday, November 9, 2010

PENERAPAN TERAPI BERMAIN PADA ANAK-ANAK AUTISME

PENERAPAN TERAPI BERMAIN BAGI
PENYANDANG AUTISME
Sumber: Psikomedia.com

PENDEKATAN TEORITIS PENERAPAN TERAPI BERMAIN PADA PENYANDANG AUTISME
Sebagian besar teknik terapi bermain yang dilaporkan dalam literatur menggunakan basis pendekatan psikodinamika atau sudut pandang analitis. Hal ini sangat menarik karena pendekatan ini secara tradisional dianggap membutuhkan komunikasi verbal yang tinggi, sementara populasi autistik tidak dapat berkomunikasi secara verbal. Namun terdapat juga beberapa hasil penelitian yang menunjukkan penggunaan terapi bermain pada penyandang autisme dengan berdasar pada pendekatan perilakuan (Landreth, 2001). Salah satu contoh penerapan terapi bermain yang menggunakan pendekatan perilakuan adalah The ETHOS Play Session dari Bryna Siegel (Schaefer, Gitlin, & Sandgrund, 1991).

Thursday, November 4, 2010

JANGAN MENYERAH - by D'Masiv

Tak ada manusia

yang terlahir sempurna

jangan kau sesali

segala yang telah terjadi

kita pasti pernah

dapatkan cobaan yang berat

seakan hidup ini

tak ada artinya lagi

reff1:

syukuri apa yang ada

hidup adalah anugerah

tetap jalani hidup ini

melakukan yang terbaik

tak ada manusia

yang terlahir sempurna

jangan kau sesali

segala yang telah terjadi

repeat reff1

reff2:

Tuhan pasti kan menunjukkan

kebesaran dan kuasanya

bagi hambanya yang sabar

dan tak kenal putus asa

<

Monday, November 1, 2010

FEEL THE CROSS

A BRAVE PRAYERS FOR ALL SERVANT OF GOD

My Lord, You have mercifully exchanged Jesus for me. 
I know, 
walk in HIS identity, 
HIS power, 
HIS will, 
HIS ressuraction and life. 

My I live worthy in that calling, 
praying HIS prayers, 
seeking HIS possessions, 
desiring HIS desires, 
dreaming HIS dreams, 
doing HIS work. 

I'm a fellow heir of YOUR kingdom, 
and I don't want to waste the privilage. 
Please give me Your wisdom. 
Please plant your desires deep within me. 
Let me see Jesus' miracles, 
HIS power, 
HIS compassion.

Yes, I know I will also feel HIS cross. 
But I gladly will, if I can only experience HIS life. 
Please let me live as JESUS in this world. 
Please !!!!. 
Amen

Walk daily with GOD - 
"To be in CHRIST is the source of the CHRISTIAN Life" - Charles Hodge


SITI AMINAH - Hati yang dikasih Allah

Bagi kami, semua anak di Pondok Sukacita sangatlah berharga. Kami memulai menyatakan bahwa mereka berharga dengan memanggil nama mereka plus sebutan khusus mereka. Misalnya Rio Rajin, Yudha baik hati, dan sebagainya. Nah, ada seorang anak - namanya Siti Aminah. Kami memanggilnya Minah. Minah usianya 5 tahun. cantik wajahnya dan ramah sekali, meskipun perlu kerja ekstra keras untuk menjangkau hatinya. Kami memanggil Minah cantik. Kami selalu menjadikannya sebagai contoh kebersihan. Minah selalu berusaha mandi dulu, bedakan (meskipun wajahnya putih semua) dan pakai baju yang rapi, meskipun sederhana. Minah selalu tampil bersih dibandingkan teman-temannya yang datang ke Pondok Sukacita.

2 minggu lalu, adik minah lahir ke dunia dalam keadaan prematur. Dengan berat 1,8 Kg, Adik Minah lahir tidak sesuai perkiraan (harusnya perkiraan pertengahan november baru lahir). Adiknya harus segera di bawa ke rumah sakit, sempat menjalani inkubator beberapa waktu dan harus pulang ke rumah, karena biaya inkubator Rp. 600 ribu perhari. dengan alat sederhana Adik minah di rawat di rumah dan kemudian di bawa pulang ke Madura selama 1 minggu.

Ketika di Madura, Minah setiap hari gelisah dan selalu menanyakan mengenai kami. Minah kangen belajar lagi, main lagi, diangkat-angkat tinggi oleh saya, atau sekedar menggodanya. Pada malam hari, kata Ayahnya, Minah sampai mengigau memanggil nama kami. Beberapa hari yang lalu, saya menelponnya. Dia senang luar biasa... teriak...teriak ... begitu girang.Senang sekali mendengar suaranya lagi, setelah beberapa waktu tidak bisa mendengar suaranya.

Minah mengatakan bahwa selasa dan rabu ini dia akan ikut belajar di Pondok Sukacita. Meskipun tempat kami belajar kecil (banget - cuma 3X4M - untuk menampung 40 - 50 anak, weleh---weleh--- kata si Komo), tapi hatinya sudah ada di sana. HAti SITI AMINAH yang sederhana menangkap sesuatu dari rumah kecil kami. Rumah yang kami panggil BETHELEM dalam doa kami. Rumah cinta dan sukacita bagi anak-anak ini.

Beberapa bulan lalu, Istri saya pernah bercerita bahwa dia sempat bercerita mengenai bayi Yesus kepada Aminah. Aminah mendengar dengan penuh haru, meskipun istri saya belum menantangnya untuk menerima KRistus. Kami hanya melihat sesuatu yang berbeda dari hidupnya; Minah selalu jadi anak yang tinggal ketika belajar selesai. dia membantu merapikan karpet, merapikan mainan yang berceceran, dan sebungkus susu coklat membuat harinya begitu bahagia.

Kami hanya ingin selalu bersyukur bahwa Tuhan memperlihatkan keajaiban demi keajaiban lewat pelayanan kecil kami ini. Kami rindu, suatu hari, semua anak-anak yang pernah bertemu kami atau bermain di Pondok kecil kami akan bertemu dengan Tuhan Yesus.... ITU KERINDUAN KAMI YANG SANGAT BESAR...


DALAM TAKJUB TERHADAP CINTA TUHAN YESUS PADA ANAK-ANAK

rudy dan MERRY Tejalaksana
HIS SHELTER COMMUNITY -
~ Project M25:40

Wednesday, September 22, 2010

HOW TO TEACH BOYS AND GIRLS ? DIFFERENCE INSIGHT

By: Kent Shaffer

Reader’s Digest has a fascinating article on how boys and girls learn differently. It asks the opinion of David Chadwell, South Carolina’s coordinator of single gender education.

BOYS TEND TO PREFER
  1. Boys interpret the world as objects moving through space. The teacher should move around the room constantly and be that object.
  2. Colors that appeal to males are cooler colors, such as silver, blue, black, gray, and brown.
  3. Boys respond better to speaking that sounds matter-of-fact and more forceful. This is because, for boys, stress increases the blood flow to their brains which helps them stay focused.
  4. The ability to stand or move also helps them to be more alert by increasing their blood flow. And a room temperature of 69 degrees Fahrenheit creates optimum alertness.
  5. Boys will rise to a risk and tend to overestimate their abilities. Teachers can help them by getting them to be more realistic about results.
  6.  So when teaching boys, stand and move around while speaking forcefully and realistically. Allow the boys to occasionally move and keep the room at 69 degrees Fahrenheit. Use cooler colors in your environment and teaching.

GIRLS TEND TO PREFER
  • Girls work well in circles, facing each other. Using descriptive phrases and lots of color in overhead presentations or on the chalkboard gets their attention.
  • Colors that appeal to females are warmer colors, such as reds, yellow, and oranges. The female eye also tends to prefer textures and visuals with more details (e.g., faces).
  • Girls have more sensitive hearing than boys. They interpret speaking in a loud tone as yelling and anger, which can cause them to shut down. Stressful environments make girls feel nervous or anxious because stress sends their blood to their guts.
  • Girls focus better while sitting down. And a room temperature of 75 degrees Fahrenheit creates optimum alertness.
  • Girls at this age shy away from risk, which is exactly why lots of girls’ programs began in the private sector. Teachers can help them learn to take risks in an atmosphere where they feel confident about doing so.
  • So when teaching girls, sit in a circle with the girls and speak descriptively and in a nurturing tone. Keep the room at 75 degrees Fahrenheit. Use lots of colors, particularly warmer colors, and use visual and/or tactile textures. Create a secure yet stimulating environment where they can feel comfortable in taking risks that you encourage them to take. 


Kent Shaffer Kent Shaffer is the founder of ChurchRelevance.com an online resource created to inspire and train ministers to be more relevant and effective. He also co-owns BombayCreative.com, a ministry-oriented design firm, and AcreScout.com, a commercial listings site.

Tuesday, September 21, 2010

Anak Papua Jalan Kaki 6-10 Km ke Sekolah

Anak Papua Jalan Kaki 6-10 Km ke Sekolah 
 
Anak-anak yang bertempat tinggal di daerah pedalaman Papua, hampir setiap hari harus menempuh jalan yang sulit untuk sampai di sekolah.

Kepada Antara di Jayapura, Minggu (1/3), Customer Development Coordinator, Area Development Program (ADP) Distrik Kurulu, World Vision Indonesia (WVI), Ardiyanto Parula mengatakan, anak-anak usia sekolah dasar setiap hari harus berangkat sepagi mungkin menuju sekolah yang jaraknya sangat jauh dari rumah mereka.

Kurulu merupakan salah satu distrik dari Kabupaten Jayawijaya yang kondisi alamnya cukup sulit. Beberapa jalur transportasi hanya bisa dilalui dengan berjalan kaki, termasuk dari perkampungan ke sekolah. “Rata-rata jarak yang harus mereka lewati dengan jalan kaki antara enam sampai sepuluh kilometer,” ujarnya.

Daerah pedalaman Papua, terutama Pegunungan Tengah, berupa perbukitan dan pegunungan berlereng terjal dengan elevasi hingga seribuan meter di atas permukaan laut. Hal tersebut tentu menambah sulit perjalanan yang ditempuh anak-anak ini.

Namun demikian, kondisi ini harus mereka hadapi karena kampung-kampung masyarakat yang terdapat di lembah, relatif mengisolasi mereka dari beberapa titik pembangunan. Seperti keberadaan beberapa sekolah dasar yang umumnya berlokasi di daerah yang cukup berkembang, tapi jauh dari perkampungan. “Perjalanan anak-anak ini bisa sampai satu atau dua jam jalan kaki,” kata Ardiyanto.

Lebih lanjut, dia mengatakan, untuk menyingkat perjalanan, biasanya anak-anak pedalaman memilih rute yang terjal dan berbahaya. Yaitu memanjat tebing-tebing gunung yang kemiringan lerengnya hampir sembilan puluh derajat.

Selain jarak yang jauh, banyak tantangan yang harus dihadapi anak-anak pedalaman yang memiliki semangat belajar tinggi ini.

Jika cuaca buruk, misalnya turun hujan deras, maka akses menuju pelayanan pendidikan yang hanya berupa jalan-jalan setapak menjadi lebih sukar dilewati. Lapisan lempung dan pasir yang mendominasi jalan-jalan antar kampung menjadi lebih lunak dan licin.

Bahkan ada kalanya alur-alur sungai yang banyak dijumpai di lembah, dilanda banjir bandang sehingga benar-benar memutuskan akses transportasi. Sehingga, sekolah pun tidak dapat melaksanakan kegiatan belajar mengajar karena tidak ada guru dan murid yang bisa sampai di sekolah.

Jarak yang demikian jauh, juga manjadi pertimbangan para orangtua untuk mengizinkan anak-anak mereka pergi ke sekolah. “Ada juga orangtua takut anaknya ke sekolah, karena jalannya yang jauh, sedangkan dalam pikiran mereka daerah yang mereka lalui kadang-kadang tidak aman,” kata Ardiyanto.

Sementara itu, ada kalanya para murid harus pulang tanpa membawa ilmu karena sesampainya di sekolah, ternyata tidak ada guru yang mengajar. “Guru jarang datang ke sekolah, terutama di pedalaman, sepertinya sudah jadi hal yang biasa,” jelas Ardiyanto.

Dia menyayangkan kondisi ini, karena sebenarnya anak-anak pedalaman memiliki motivasi belajar tinggi. Namun, selama ini belum ada perhatian yang serius dari pemerintah untuk memfasilitasi masyarakat, terutama anak-anak untuk memperoleh pelayanan pendidikan yang layak dengan mudah dan cepat.

Sumber:
Dikutip dari http://www.klubguru.com/2-view.php?subaction=showfull&id=1236640565&archive=&start_from=&ucat=1&do=berita

Monday, September 13, 2010

SELAMAT JALAN SAHABAT TERBAIKKU : ISAK TIMOTIUS

Seminggu yang lalu, tanpa ada firasat apa-apa, saya berbincang-bincang dengan Ko Tim (sapaan untuk sahabatku ISAK TIMOTIUS) lewat telpon.

Sudah beberapa bulan kami tidak bertemu. Terakhir pertemuan ketika Ko Tim datang ke pernikahanku dan mendoakan kami berdua dalam kebaktian pemberkatan pernikahan saya dan Merry (5 des 2009).

Dalam pembicaraan di telpon, ko Tim bercerita banyak tentang pelayanannya di MYC, sebentar lagi dia akan ke Makassar mengajar program MK di STT Jaffray, hanya berdua dengan ci Ruthy. Kami berdiskusi mengenai beberapa hal, dia mendoakan dan mendukung pelayanan saya di antara anak-anak jalanan. Tidak terbersik sedikitpun bahwa itu adalah berbincangan kami yang terakhir.

Ko Tim adalah orang yang mengasihi Tuhan lebih dari apapun juga. cintanya pada Tuhan melebihi cintanya pada dirinya sendiri.
 
Saya masih ingat Ko Tim berdoa: "Tuhan, pakailah hamba-Mu seperti yang Engkau tetapkan sejak dalam kekekalan". 





Serasa masih kemarin kami berbincang-bincang tentang hidup, pergumulan, pelayanan, dan persahabatan kami di Malang Youth Center, kantor Ko Tim. Sepertinya baru kemarin kami minum STMJ kesukaan ko Tim di malam yang dingin di Kota Malang. Seperti baru kemarin ketika ko Tim dan aku berdoa untuk Pelayanan kami dan kerinduan-kerinduan kami berdua untuk pelayanan bagi remaja-remaja. Seperti baru kemarin, ketika kami berdua menangis ketika berdoa bagi jiwa-jiwa yang terhilang. Seperti baru kemarin ketika Ko Tim mengatakan, " Terus berjuang bro, jangkau jiwa bagi Kristus" setelah wisudaku di SAAT Malang dan memeluk saya dengan begitu hangat. 

Ko Tim adalah mentor dan sahabat terbaikku. Ketika saya begitu sedih, Ko Tim menjadi teman yang mendengarkan. Lewat doanya yang penuh iman beberapa tahun yang lalu, saya memberanikan diri memulai pelayanan anak-anak jalanan dengan penuh iman. Ko Tim selalu mengirim SMS menanyakan kabar dan menyatakan bahwa dia berdoa untukku dan Merry. Ko Tim adalah pahlawan doa kami berdua. Ko Tim adalah pahlawan iman kami.

Ko Tim banyak bercerita mengenai hidupnya dan imannya. Salah satu kerinduan kami berdua adalah berangkat ke PAPUA dan menjangkau anak-anak dan remaja di sana. Ko Tim menjangkau remaja, saya menjangkau anak-anak. Kami menangisi Papua bersama-sama. Kami menaruh iman kami bahwa suatu hari kami akan berjuang bersama di sana.



Kami punya mimpi bersama; membuat banyak retret dan camp untuk remaja, menjangkau anak-anak ini bagi Kristus. Kami mendoakan mereka dengan penuh gelora dan berharap bahwa hari itu akan datang ketika kami melihat ribuan anak dan remaja diselamatkan dalam Tuhan Yesus. Kami suka bermimpi di WArung kopi dan STMJ malang bersama. MIMPI yang indah, karena mimpi itu juga adalah mimpi Tuhan YESUS bagi dunia ini.

Serasa baru kemarin kami meneguhkan mimpi itu dalam doa-doa kami dan berbagai rencana, sampai Tuhan menyatakan rencana-Nya yang berbeda. Jumat siang, saya mendapat sms yang sangat mengejutkan mengenai Ko Tim. Saya mendapat sms dari staf PASTORIUM (pusat konseling di Malang) dan dari beberapa teman dan dosen SAAT. Saya tidak percaya dan mengganggap ini sebagai guyonan, sampai SMS lain membuat saya termenung dan menangis sedih. Ko Tim pergi mendahului kami semua menghadap RAJA kami semua. Dia menghadap pada waktu yang tidak disangka-sangka. Beberapa hari sebelumnya kami masih berbicara, dan sekarang Dia pergi dan berjalan dalam kekekalan. Kami menangis. Istri saya berusaha menenangkan saya. Kami berdua berdoa. Tiba-tiba kami ingat Ci Ruthy dan 5 anak-anak ko Tim yang masih kecil-kecil. Betapa berat untuk mereka. untuk kami saja berat apalagi untuk keluarga Ko Tim. Jumat malam saya tidak bisa tidur, terus terbangun dan menangis. saya belum percaya akan semua ini. Puluhan kami saya baca sms itu, berulang-ulang sampai saya menyadari ini bukan mimpi. Berulang-ulang Merry berdoa untuk saya. Dia kelihatan kuatir saya linglung dan penuh kesedihan hari itu. Merry berkata, " honey, pergilah ke Malang... temui ko Tim untuk terakhir kalinya.

Lalu, dengan menggunakan segala macam cara, akhirnya saya tiba di Malang. jam 4 sore saya tiba di Gotong Royong, tempat persemayaman di Malang. Dengan hati yang gundah, saya mendekat ruang A dan B. tempat itu masih sepi sekali, hanya terlihat beberapa anak muda (mahasiswa SATI malang dan beberapa anak MYC yang saya kenal. Ko Tim masih di ruang es, karena harus menunggu orang tua ko Tim datang.  

 Kemudian saya bertemu dengan Ci Ruthy, yang datang dengan Ibu Mega (istri Pdt. Benny Solihin) dosen saya di SAAT. Saya menyalami Ci Ruthy yang berusaha tabah, tapi tidak kuasa menahan air matanya. Saya merasa sedih banget. Biasanya saya bertemu dengan ci Ruthy sambil guyonan, sekarang sulit sekali. Saya hanya berani berkata, "ci Ruthy sudah makan ?' dia menggeleng. sejak kemarin dia belum makan. Setelah beberapa keluarga datang, saya diberi kesempatan untuk melihat ko Tim di kamar es. Air mata saya tidak kuasa untuk saya tahan menyaksikan sahabat terbaikku ada di sana. Tangan yang dulu memelukku ketika aku sedang gundah, tangan yang memberkatiku, sekarang terlipat rapi. Ko Tim kelihatan gagah sekali sore itu. Wajahnya yang masih segar kelihatan begitu damai, menghadap Kristus yang dilayaninya selama ini. Saya ke belakang dan menangis sendirian. Tidak bisa tahan menyaksikan hal itu.

Sasa,Noel,Justian,Theo & Paul

Tapi saya tahu tugas saya ke sana adalah untuk menghibur anak-anak ko Tim. Saya keluarkan balon dan mulai bermain balon dengan beberapa anak Ko Tim. Noel,Justian, Teofilus dan Paul (anak  ko Tim) bermain dengan cukup gembira, meskipun saya tahu tidak dapat menghibur dan menyelami perasaan mereka sepenuhnya. Sasa kelihatan sangat sedih. Noel hanya banyak diam dan sesekali tersenyum. Theo dan Paul yang bermain balon dengan antusias. Dalam hati saya hanya berdoa supaya Tuhan kuatkan anak-anak yang manis ini.

Sambil menghilangkan beban di hati, saya membantu mengatur kursi untuk ibadah penghiburan hari 1. Sahabat-sahabat ko Tim berdatang. hampir 200 orang datang malam itu, menghormati Ko tim dan menghibur keluarga. Ibadah begitu khusyuk. beberapa di antara sahabat meneteskan air mata. ada yang saling berpelukan dibelakang. Saya hanya berdiri di depan, membantu menata kursi, mempersilahkan orang duduk, sembari mengikuti ibadah tersebut. Satu persatu kesaksian indah di sharingkan oleh sahabat-sahabat. Iman, kasih, kerendahan hati, cintanya pada Tuhan, dan semangat membagi hidupnya untuk orang lain disharingkan hari itu. yang paling indah dari semua kesaksian sahabat-sahabat Ko Tim adalah, sampai akhir hidup, dia memberikannya bagi orang lain. Dia mati karena membantu beberapa mahasiswi yang tenggelam di pantai selatan Malang. Dia mati untuk menyelamatkan orang lain. Bukankah itu seperti yang Kristus lakukan ? Mati untuk orang lain. Hujan rintik-rintik di kota Malang malam itu, seakan saya mendengar Tuhan Yesus berkata," Mari anakku yang Kukasihi, kamu adalah hamba KU yang setia. Masuklah dan nikmatilah pesta bersama-KU di Surga kekal. engkau telah mengakhiri pertandingan dengan baik dan sekarang tersedia mahkota kehidupan bagimu, ISAK TIMOTIUS".

Ko Tim, saya dan merry, malam ini berdoa... kami tetap akan ke Papua, menjangkau anak-anak dan remaja bagi Kristus, seperti mimpi ko Tim dan saya beberapa tahun yang lalu. Tunggu saat yang tepat waktu kami pulang ke Surga nanti. Akan kami ceritakan semua mimpi tentang anak dan remaja Papua yang menjadi kenyataan.... SELAMAT JALAN KO TIM

kami mengasihimu dan mengikuti jejak kesetiaanmu kepada Kristus,

Rudy dan Merry Tejalaksana
Surabaya (12 September 2010)

Thursday, September 9, 2010

Louie Giglio - "I AM"

Indescribable by Louie Giglio

GRACE EVERYWHERE !!!! GOD LOVES YOU SO MUCH... WATCH THE VIDEO AND RECEIVE JESUS AS YOUR GOD.... GOD IS WAITING FOR YOU GUYS....

HOW GREAT IS OUR GOD

Can you imagine how big is our GOD ? HE is the CREATOR of all. If the Earth is so small, the universe is so big, how massive is our GOD, the CREATOR ? Can you imagine, the GREAT GOD, the biggest of all, let HIMself, sacrifice on the cross for little ones like us ? God loves us so much. For God so loved the World, that HE gave HIS only and begotten SON, that whoever believe in HIM, should not perish but will have eternal life... GOD LOVES YOU GUYS !!

Monday, September 6, 2010

#5 MAKING DREAMS COME TRUE PROJECT

It doesn't take our children a minute to mention what they wish for their birthday presents. They might even have a long list of things that they would love to have. Surprisingly, it is not always the case...

The children's application forms and an encounter with an 8-years-old boy have completely changed that 'normal' reality.

On the first day of our new semester at Pondok Sukacita-Joyoboyo, we asked the children to fill in a form with their data. Furthermore, we asked them to mention what birthday present they would love to get on their birthday. Sadly though, many of them don't even know their special day, their birthday. Also, not a few children wrote 'up to you' as their birthday present wish.

One day in our conversation, a boy named Arya mentioned that it would soon be his birthday. However, his family wouldn't be able to celebrate it due to having no money. Then, I asked what birthday present he wanted for his birthday, if we could make it come true. Shyly, he said 'up to you.' After I urged him, he reluctantly said that he wanted clothes as his birthday present. What a simple wish, for most of us...

What makes most of these street children stop wishing or even dreaming?
Most of these children come from a single-parent family, former-drug-addicted parents, stern and harsh family. They must have been let down for too many times that they stop wanting or wishing anymore. Therefore, they hope for the least to prevent another disappointment in their lives.

By God's grace we are trying our best to make their dreams come true, even when it's just a modest present. We long to see the bright smile on their happy faces, giving them a little hope, and most of all, letting them know that they are loved by God through our little attention.

Thank God for this privilage to serve the little ones.

In Love with The Creator,
Merry and Rudy Tejalaksana
HIS Shelter Community ~ Project M25:40

Sunday, September 5, 2010

VICTOR – a street child memorial


21 agustus 2010, 9:10am. Couple weeks ago, I had to face a very sad situation. One afternoon, I found out (through an SMS) that one of our street community member died because of so much complication. He died after years of struggling to overcome the addiction to drugs. We'd tried to help him, through lots of medication help, consultation to doctors, and some treatments, but finally, we reached to an end. 

Couple months ago, he run away from his family, went to his old drug addiction friends, and took the drugs once more. weeks ago, his mom found him, laying down on the side road, without hope. He was very sick at the time. So we helped him to a hospital and got treatment there. God's plan is the best. After almost 2 weeks of treatment, Victor came to the end road. Night before he died, he asked his mom, 'mom, does Jesus love me ? how can he loves someone like me ? His mom is a very brave women. She is also one of the street children worker. With lots of tears, Victor's mom told him anything about Jesus. Jesus is so different. He loves us, specially in tough and hard time. God loves us more even when we try to hate HIM. Jesus is so special. that Night, Victor received Jesus as a savior. What a wonderful moment. What a wonderful Jesus. That's why, when I remember this story, My heart is full of thankgiving to the Lord. At the end of the road, Victor decided the best decision ever. Thank you Lord.

The next day, we made a honorary occassion for Victor. we asked a Batak Church to lead the memoriam service. Before we started the service, we tried to find the best coat, tie, shirt, and pants for Victor. He looked so handsome. His face was so calm, so bright. We put on all clothes for victor. At last, I put socks to his feet. i just remember, we forgot to prepare a pair of shoes for him. His mom said, "Victor needs no more shoes, for he doesn't have to walk anymore. He is on Jesus' arm now. Jesus holds him up, carries him to the most beautiful heavan". I couldn't believe my ears. The words are so beautiful. God put hope in our heart, that everything we face everyday, is just parts of the journey to the eternity.

God put something in my heart. Victor's death has been HIS reconfirmation to call me to share my life with the these wonderful and beautiful street children. If only someone came to Victor, helped him years ago, he wouldn't end his life like this. If only....

God calls us to reach more soul an and heart for HIM

Learning to love God and others,

rudy and merry tejalaksana
HIS shelter Community ~ M25:40

Rainbows of Hope - Spain - 2008

KISAH PUPUT PENJUAL KORAN

16 agustus 2010, 7.50 am.

Kalau kita bertemu dengan anak penjual Koran di jalan, apa yang akan kita lakukan ?
Setidaknya kita punya beberapa pilihan:
1. mengabaikan anak itu - sambil melambaikan tangan
(reaksi si anak: dengan wajah iba meminta belas kasihan, atau bahkan berjalan melewati kita begitu saja)
2. membeli koran anak itu - karena kasihan atau biar anak itu tidak mengganggu lagi ?
(reaksi si anak: tersenyum simpul - sambil bersemangat menghitung uang kembalian kita yang jumlahnya banyak (karena kita pakai uang bernominal besar)
3. memberhentikan kendaraan, lalu berjalan menuju anak kecil penjual koran itu, dan duduk bersamanya di pinggir jalan.
(reaksi anak: orang ini agak aneh, tidak pernah ada orang berjalan dan duduk bersamaku, kecuali ketika seseorang itu meminta setoran jualan koran, atau setoran "pajak" preman sekitar)

Dulu, saya sering melakukan yang 1, karena bagi saya hal itu yang paling mudah di lakukan.
Saya jarang melakukan yang kedua, karena memang saya jarang baca koran, jadi buat apa beli ?

Tapi lama saya berpikir, apa yang anak penjual koran itu paling rindukan dari saya ? membeli korannya ? mmmm, secara naif saya akan berpikir demikian. Namun, setelah duduk dengan seorang anak bernama Puput di lampu merah margorejo Surabaya (dekat Plaza Marina), saya semakin yakin bahwa bukan uang saya yang paling diinginkan Puput dan hampir sebagian besar anak penjual koran lainnya. Apa yang Puput inginkan dari saya ? tanpa pernah mengatakannya, saya menangkapnya dari kedua bola mata Puput. Matanya sembab sehabis nangis. Katanya habis di "gebuk" ibu karena tidur siang hari. Saya duduk memperhatikannya, menawarkannya sapu tangan saya, menawarkan untuk menghapus air matanya, menawarkannya sekotak nasi yang saya dapat dari gereja sehabis menyampaikan firman Tuhan. Puput sempat ragu, namun akhirnya makan dengan lahap sambil berkata, "Om baik ya!".

Penggalan cerita ini hanyalah pengalaman batin yang terus mendesak keluar untuk mempersembahkan hidup ini bagi anak-anak jalanan ini. Langkah yang terhenti di trotoar Margorejo Surabaya hanyalah langkah menuju kepada panggilan Sang Khalik untuk membalut luka Puput dan berjuta-juta Puput lainnya. Tiba-tiba saya ingat sebuah lagu yang diciptakan Iwan Fals : Budi kecil penjual koran.

Si Budi kecil kuyup menggigil
Menahan dingin tanpa jas hujan
Di simpang jalan tugu pancoran
Tunggu pembeli jajakan koran

Menjelang maghrib hujan tak reda
Si Budi murung menghitung laba
Surat kabar sore dijual malam
Selepas isya melangkah pulang

Anak sekecil itu berkelahi dengan waktu
Demi satu impian yang kerap ganggu tidurmu
Anak sekecil itu sempat nikmati waktu
Dipaksa pecahkan karang lemah jarimu terkepang

Cepat langkah waktu pagi menunggu
Si Budi sibuk siapkan buku
Tugas dari sekolah selesai setengah
Sanggupkah si Budi diam di dua sisi

( Iwan Fals ; Sore Tugu Pancoran )

Kalau anda berjalan melewati seorang penjual koran jalanan, maukah anda berhenti sejenak, menyapanya, dan menyatakan kasih sederhana yang Anda punya kepadanya. Saya ingin mencobanya lagi, agar sentuhan Ilahi dalam Pertemuan singkat di jalan itu menembus sanubariku lagi, dan membuatku mengerti bahwa HIDUP ADALAH PANGGILAN ALLAH UNTUK BERBAGI KEPADA YANG MEMBUTUHKAN...

Selamat menabur Cinta

Rudy dan Merry Tejalaksana
Belajar mengasihi Kristus dengan mengasihi sesama
Matius 25:40

#2 LET'S SHARE LOVE THROUGH OUR FOODS TODAY



14 agustus 2010, 7:53 am. Share your food to a poor little ones today. so many children are hungry when they go to school, even to sunday school. last week, at a church, I met a boy - 5 years old boy - said that he did not eat anything for 2 days. His dad walked out from their house, while his mom had to work. He couldn't find any food, hungry...-abandoned-until someone gave him a peace of bread at Chuch. can you imagine, someone is hungry around us... let's share love through our food today. God loves you all buddy...


rudy and merry tejalaksana
HIS shelter community ~ M25:40

#1 FACING THE REAL LIFE OF STREET CHILDREN

Today, as ussual, Me and my wife walked around Joyoboyo Bus station for visitation time. We wanted to visit and meet children and their parents. By that kind of visitation, we found the reality of Street children's life. It is not easy to live in such a harsh enviroment. We can find so many heartbroken – pain and bitter life. We saw a mother chasing her son with a broom. The boy was so scared, crying and running, tried to hide behind me. His mom dragged his hand and started to hit the boy. I tried to stop her, while the boy managed to escape and run away to the busy and crowded street in front of the bus station. A car almost hit the boy and a motorcycle hit the boy's hand. I just could hold my breath, cannot imagine what would happen if God didn't protect this little boy.

I've known this boy for about a year ago. He is a sweat boy, a 8 years old boy. loves to smile, so friendly, but a quiet boy. If you do not say something, he will not say something to you too. These couple months, me and my wife get closer to him. He said that everyday his mom got angry easily. She could hit him with things on her hands. His dad is still in the prison for some reasons of crimes. This sweet boy is so lonely. He said that sometimes, he cried alone. people said that he has no more future, having dad and mom like this.

We can feel the sadness, even until now. Daily life with the street children has touched our deepest heart, our deepest humanity power, to do something to these kinds of children. Can you imagine, there are so many street children around us ? can you imagine that everyday they have to face dangers, even death. If we care enough for the children, we can do something.... to heal these broken hearts... let's do something ... something small to all children at risk around us...

LET'S HEAL THE BROKEN HEART WITH GOD'S LOVE
Learning to love others,

Rudy and Merry Tejalaksana
HIS SHELTER COMMUNITY ~ M25:40

fathersheart video

Father to the fatherless

Saturday, July 3, 2010

CHILDREN IN CRISIS - do you care about them ?

ANAK-ANAK DALAM KRISIS
HIDUP DI TEPI TEBING YANG RAPUH
ADAKAH YANG PEDULI ?

Oleh: Rudy Tejalaksana, M.K.

Tuhan menyiapkan hati kita untuk memahami tantangan untuk menjadi seorang pemulih rancangan agung Allah bagi anak-anak kecil yang berharga itu.
Phyllis Kilbourn – founder of Rainbows of Hope (Children in Crisis ministry)
“…Supaya penuhlah sukacita-KU di dalam diri mereka”
Tuhan Yesus – Creator of all

SEBUAH REFLEKSI:
Ketika sedang akan menulis artikel ini, tiba-tiba saya mendengar suara tawa keponakan saya yang masih berusia 4 bulan. Dia tertawa begitu girang, dengan suara keras, ketika bermain dengan papa, mama, oma dan opanya. Begitu bahagia sambil dikelilingi oleh orang-orang yang mencintainya. Begitulah seharusnya menjadi anak-anak. Dikelilingi oleh kasih sayang, perlindungan, sukacita, kegirangan, dan semangat. Namun, momen itu juga menyentak saya, ketika saya teringat akan berjuta-juta anak di luar sana, yang tidak mengalami masa indah sebagai anak-anak, yang dipaksa berjuang hidup, mempertahankan hidupnya sendiri, tidak dicintai, di jalanan, lapar, kedinginan, dianiaya, dicabuli, dilecehkan, dibuang, dan mengalami trauma seumur hidup mereka. Hal itu membuat begitu banyak anak yang sudah lupa bagaimana cara bermain dan tertawa oleh karena kepahitan dan kengerian yang dihadirkan di depan mereka, sejak mereka dilahirkan di dunia ini. Kenyataan yang membuat air mata Allah kembali tumpah. Tapi, siapa yang peduli ? Semoga tulisan ini dapat menggugah batin dan abstraksi teologis kita untuk melakukan sesuatu bagi mereka, anak-anak yang terhilang dan terluka ini. Tulisan ini dipersembahkan kepada semua orang yang mencintai anak-anak: orang tua, guru, pelayan anak, dan semua orang yang rindu menghapus air mata kesedihan Tuhan bagi anak-anak di sekitar kita.

MEMAHAMI HATI SANG JURUSELAMAT:
Semua berawal dari perjalanan Via Dolorosa  (Jalan Penderitaan) Tuhan Yesus. Suara gemuruh teriakan begitu banyak orang yang berseru “salibkan Dia” seakan menelan suara rintihan Sang Juru Selamat sepanjang perjalanan-Nya memikul salib ke Golgota. Rintihan-Nya itu bukan hanya rintihan kesakitan fisik saja, tetapi rintihan dari hati yang terdalam, menangisi orang-orang berdosa yang begitu dicintai-Nya, yang sedang tidak mengerti apa yang mereka lakukan. Dengan langkah tertatih, namun dengan cinta Dia tetap melangkah, walaupun sesekali terjatuh. Dia memandang lembut wajah mereka yang bengis menghina-Nya, tapi juga menatap tajam wajah orang-orang yang menangisi-Nya. Sambil melihat ke kanan dan ke kiri, Tuhan Yesus sepertinya sedang mencari sesuatu. Di mana anak-anak, sahabat-sahabat kecil Tuhan Yesus ? Ternyata mereka ada di sudut-sudut kota, di lantai atas rumah-rumah, di tempat-tempat tersembunyi. Dari sanalah wajah-wajah mungil anak-anak berusaha melihat wajah Sang Sahabat, diikuti dengan deraian air mata (sebab anak-anak harus tinggal di rumah pada kondisi krisis seperti itu. Di tinggal sendiri). Tuhan Yesus, Sang Sahabat, yang sudah berpuluh-puluh kali datang ke Yerusalem, yang selalu menyempatkan diri mengunjungi, bermain dan mengajar anak-anak dengan lembut, Teman yang paling mengerti anak-anak, sekarang sedang menderita. Ketika orang-orang dewasa sedang hanyut di dalam dukacita karena penderitaan Tuhan Yesus, apakah ada orang yang mendatangi anak-anak kecil itu dan menghibur mereka ? Bukankah orang dewasa begitu sibuk menangisi Tuhan Yesus ? Tidak sempat untuk memikirkan anak-anak, makhluk kelas tiga ini. Maka Lukas 23:27-28 mencatat sesuatu yang sangat mengagetkan, “Sejumlah besar orang mengikuti Dia; diantaranya banyak perempuan yang menangisi dan meratapi Dia. Yesus berpaling kepada mereka dan berkata: hai putri-putri Yerusalem, janganlah kamu menangisi AKU, melainkan tangisilah dirimu sendiri dan anak-anakmu”. Sebuah peringatan keras dan tajam. Bukan hanya karena 40 tahun setelah kalimat ini diucapkan, Yerusalem akan hancur, dan banyak orang akan menderita, tapi juga memperingatkan kita pada masa ini, bahwa seringkali kita begitu sering berurai air mata, menangisi Tuhan Yesus pada waktu mengingat kasih dan pengorbanan-Nya. Kita pun sering menangisi diri kita dalam semua keberdosaan dan ketidakberdayaan kita. Tapi mengapa kita jarang melanjutkannya dengan menangisi anak-anak; anak kandung kita, anak didik kita, anak panti asuhan kita, anak dalam pelayanan kita ? Untuk mereka yang dianggap paling lemah, paling hina, paling kecil dan tidak berdaya ? Mengapa anak-anak-anak perlu ditangisi ? Apa yang sedang terjadi ?
1. Realitas pahit dan mengerikan. Jumlah anak-anak di seluruh dunia adalah jumlah mayoritas. Lebih dari separuh keluarga manusia adalah anak-anak. Jika ada 2 orang di dunia, maka salah satunya adalah anak-anak. Namun mereka telah menjadi mayoritas yang tidak pernah mampu bersuara. Aneh kan ? Biasanya mayoritas akan bersuara paling keras. Namun anak-anak tidak demikian. Mereka hanya bisa berteriak dalam keheningan. Bahkan dengan suara keraspun mereka hanya mampu berteriak dalam kebisingan yang telah  menulikan telinga orang dewasa, sehingga kita jarang (kalau tidak mau dibilang tidak pernah) mampu mendengar suara mereka. Kalau ada yang “mau” mencatat, kita akan tercengang melihat apa yang sedang terjadi pada anak-anak kita sekarang, yang hidup disekitar kita. PBB mencatat ada 142 juta anak jalanan diseluruh dunia (40 juta di Amerika Selatan, 25 juta di Asia, 10 Juta di Afrika, dan 10 juta di Eropa). Ada 300.000 anak yang dipaksa menjadi tentara dalam peperangan di 30 negara. 1 juta anak menjadi pelacur setiap tahun (300,000-500,000 prostitusi anak di India, 1 juta di Asia, termasuk Indonesia. Bahkan di Bangkok, 40,000 dari 100,000 pelacur adalah anak-anak. Perang telah menimbulkan kematian 2 juta anak, 4-5 juta cacat, 12 juta kehilangan rumah dan 1 juta anak menjadi yatim piatu. Diskriminasi anak perempuan yang tertolak di Banladesh, India, Pakistan, dan China mengakibatkan jutaan anak perempuan mati, hanya karena mereka perempuan. WHO mencatat, tahun 1997 ada 600,000 anak terjangkit HIV AIDS, yang mengakibatkan kematian anak-anak sebelum mereka berusia 5 tahun. Belum lagi narkoba anak, pembunuhan anak, dan sebagainya. Bagaimana dengan anak-anak di Indonesia? Jutaan anak Indonesia hidup dalam realita yang mengerikan: terlantar dan terluka, miskin, kerja paksa, dijual, pencabulan, pemerkosaan, pelacuran, kekerasan, penghinaan, dan menderita kekejaman, yang bahkan tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Dan mereka ada di sekitar kita. Dipinggir jalan, di perkampungan kumuh, dilokalisasi-lokalisasi dipinggir kota Surabaya. Ada banyak anak jalanan yang saya temui, telah mengalami kepahitan dan kengerian realita di depan membuat mereka mengalami perubahan cara berpikir mengenai hidup, dan mengenai Allah. Beban itu terlalu berat untuk mereka tanggung sendiri. Sedang kita sibuk menangisi Salib Tuhan Yesus dan diri kita sendiri, anak-anak sedang berada di tepi tebing, yang sangat rapuh, dan akan membinasakan mereka. Apa kita peduli ?
2. Children are defenseless victims. Anak-anak adalah keluarga manusia terlemah, yang untuk membedakan tangan kanan dan kiri saja mereka kesulitan, apalagi untuk mempertahankan dan membela dirinya sendiri. Fakta ini sangat diketahui oleh iblis. Maka sasaran utama mereka adalah anak-anak. Anak-anak selalu menjadi urutan nomer satu sasaran kekejaman iblis. Wesley Stafford, ketua Compassion International berkata, “Setiap hari di seluruh dunia, ada 35.000 jiwa muda yang berharga, mati, dengan sebab sebab yang bisa dicegah, jika kita sedikit lebih peka dan peduli”. Iblis menggunakan begitu banyak cara untuk membinasakan anak-anak. Mengapa saya menulis binasa dengan huruf miring ? karena saya ingin memberitahu kita semua, orang tua, pendidik, dan pelayan anak-anak, bahwa iblis dapat membinasakan anak kita tanpa kita menyadari mereka sedang binasa. Tanpa kita sadari mereka sedang sekarat dan mati, justru pada waktu kita merasa confident bahwa anak kita aman dan baik-baik saja, dan di tempat yang kita pikir paling baik dan aman bagi mereka.
Suatu hari saya menyaksikan sebuah Talkshow di Televisi, tentang anak bernama Justin menceritakan pengalaman hidupnya, pada usia muda dieksploitasi secara seksual dan dia tidak berdaya mencegahnya. Justin seorang anak yang pandai. Seorang class president, murid teladan, dengan nilai terbaik dan kecerdasan di atas rata-rata namun sangat kesepian. Mamanya adalah seorang pekerja sosial dan melayani sebagai konselor bagi anak-anak yang dilecehkan secara seksual. Sejak kecil Justin hidup dengan mama sebagai single parent (bercerai). Semua bermula ketika Justin mengenal webcam dan belajar internet. Dia sangat menyukai chatt room, tempat dia dapat ngobrol dengan banyak orang. Awalnya mamanya bangga karena Justin sangat berkembang dalam penguasaan computer. Pembicaraan di chatt room berlanjut sampai ke titik Justin sangat mempercayai lawan bicaranya (yang ternyata pedofilis – pedofilia penyimpangan seksual, yang senang berhubugan seks dengan anak). Mulanya Justin ditantang untuk membuka bajunya dengan imbalan $50. Dalam beberapa minggu, para pedofilis di chatroom itu berhasil meyakinkan Justin untuk membuka celananya, bugil, dan dalam beberapa bulan memintanya melakukan masturbasi di depan webcam sehingga dapat diakses banyak orang. Sejak itu, Justin terus mendapat kiriman hadiah demi hadiah, yang membuatnya semakin tidak menyadari apa yang sedang dialaminya. Justin kemudian berubah menjadi seorang  penyendiri, tidak mau sekolah, tidak ingin bertemu siapa pun, kecuali menyendiri di depan computer. Aksi Justin diketahui banyak orang di sekolahnya (yang mengakses video porno live dari Justin). Karena malu, Justin melarikan diri dan dibawa oleh “pelanggannya” ke Las Vegas untuk dicabuli dan diperkosa. Karena tidak tahan, Justin melarikan diri dan pergi ke tempat tinggal ayahnya di Mexico. Yang terjadi setelah itu lebih mengerikan lagi. Ayahnya membantu Justin meng up grade situs porno pribadinya. Ayahnya mulai mencarikan perempuan untuk diajak berhubungan badan dengan Justin. Semua direkam dan dijual. Lebih dari 1.500 pedofilis menjadi pelanggan Justin. Uang semakin banyak di usia 16 tahun, tapi hatinya hancur. Hatinya remuk dan sepi. Justin sangat menderita, sampai kisah ini diungkap oleh FBI Amerika, dan pelaku ditangkap. Justin berkata “I am lonely.” Mama Justin (Karen) syok. Dia tidak mengira hal mengerikan itu akan terjadi dalam hidup anaknya. Dia merasa semua baik-baik saja. Dia memberi pesan bahwa ketika kita merasa semua baik-baik saja, dan anak kita tidak mungkin mengalami yang buruk, maka itu adalah celah terbesar dan awal kehancuran. Anak-anak tidak dapat membela dan mempertahankan diri mereka sendiri. Tidak ada tempat yang paling aman bagi anak-anak kita, murid-murid kita, anak asuhan kita, kecuali kita mulai memutuskan untuk mulai membela mereka. Defend the defenseless.
Saya pernah melayani seorang anak di Surabaya, sebut saja namanya Yeti. Usianya 11 tahun. Sejak usia 7 tahun, Yeti telah dijual oleh orang tuanya menjadi komoditi seks untuk membayar utang judi ayahnya. Selama bertahun-tahun dia hidup di dalam penderitaan fisik dan batin. Dia tetap ke Sekolah minggu, tetap seperti anak-anak lainnya, namun dengan kemarahan yang besar kepada Allah, yang dia pikir tidak dapat membelanya. Seorang anak pemurung, pemarah, namun juga sangat kesepian. Yeti hanya satu dari jutaan Yeti-Yeti yang hidup di Indonesia, yang sedang berteriak minta tolong di tengah hiruk pikuk egoisme dan pementingan diri sendiri manusia, termasuk gereja dan kita, yang menyebut diri sebagai pengikut Tuhan Yesus. Apa kita peduli ? Kita tidak akan pernah dengan tulus menangisi Tuhan Yesus yang menderita di Salib, sebelum kita mampu menangisi diri kita sendiri dan anak-anak kita. Tuhan Yesus bahkan  yang menangisi kita dan anak-anak kita (Luk 19:41). Tuhan Yesus telah menangis dan tetap menangis sampai sekarang melihat apa yang sedang terjadi bagi dunia ini.

Tuhan Yesus menangisi gereja-gereja yang tidak peduli
Seorang rekan saya di Gerakan Pecinta Kehidupan Indonesia, pernah membuat survei dibeberapa gereja besar untuk melihat seberapa jauh gereja peduli kepada pelayanan misi. Dalam surveinya dia mendapati bahwa hanya sekitar 3 % dari dari seluruh keuangan gereja yang dialokasikan untuk pelayanan misi. Jika total hanya 3 % untuk seluruh pelayanan misi, ada berapa % yang diberikan untuk melayani anak-anak yang terhilang ? Sungguh mengerikan ketika kita mendapati kenyataan modern bahwa bahkan gereja pun tidak peduli kepada anak-anak. Anak-anak mendapat prioritas ketiga setelah laki-laki dan perempuan. Di sisi lain, gereja menjadi milik terbatas, yang melayani untuk kalangan sendiri. Gereja yang kekenyangan ketika orang-orang di sekitarnya mati kelaparan. Gereja yang hanya bisa mengakses atau diakses oleh orang yang datang ke gereja. Lalu, dimanakah panggilan gereja untuk “pergi dan jadikanlah semua bangsa muridKU ?” seperti yang Tuhan perintahkan? Apa kita peduli ? Apakah gereja peduli untuk anak-anak Indonesia dari 125 suku terabaikan, yang belum pernah mendengar injil, dan lebih dari 4000 bahasa suku yang belum dapat membaca Alkitab dalam bahasa mereka sendiri ?Berapa banyak dana gereja yang dipakai untuk acara ini, acara itu, seminar ini-seminar itu, perayaan ini-perayaan itu, yang tidak pernah ada habisnya – dengan api dan semangat yang artifisial ? Mother Teresa pernah berkata dengan sedih, “ Seandainya semua dana perayaan Natal dari semua gereja di seluruh dunia dikumpulkan, maka semua dana itu dapat memberi makan semua orang miskin di seluruh Afrika selama satu tahun.Seandainya gereja lebih peduli”. Wesley Stafford, ketua Compassion International, pun membenarkan hal ini. Bahkan dia berkata bahwa kenyataan bahwa gereja tidak peduli kepada anak-anak tidaklah terlalu mengherankan. Wesley Stafford berkata, “ …bahkan murid-murid Yesus menganggap bahwa anak-anak amat tidak penting yang mengganggu Guru Besar itu mengajar. Padahal anak-anak itu berusaha keras melepaskan diri dari tangan ibu-ibu mereka dan menerobos kaki para murid, sebetulnya mereka berjuang untuk dipeluk oleh lelaki yang ramah dan lemah lembut itu. Mereka tahu dari pancaran mata-Nya, senyum-Nya, yang terdapat pada wajah yang telah menjadi kasar karena terik matahari, dan kehangatan suara-Nya, bahwa bila mereka dapat mencapai-Nya, mereka akan disambut dalam pelukan-Nya yang penuh kasih sayang”.  Tapi pertanyaannya, bagaimana anak-anak itu mencapai Tuhan Yesus, jika kita bukan hanya tidak membawa anak-anak datang kepada-Nya, namun juga kita menghalangi mereka datang kepada Sang Juruselamat ?

Dunia ini sedang terluka. Dan luka itu harus ditanggung anak-anak, jauh lebih lama dari mereka yang dewasa. Di Indonesia ada hampir 70 juta orang miskin. 1,3 juta orang hidup dengan air kotor. 1,1 juta tinggal di rumah yang benar-benar tidak layak. Ada lebih dari 3 juta bayi yang dibunuh lewat Aborsi setiap tahun.  Setiap tahun, di seluruh dunia, ada 46-60 juta bayi mati karena kekejaman Aborsi dan  40.000 anak yang mati kekuarangan gizi dan penyakit setiap hari. Apakah gereja peduli ? Untuk anak-anak,  yang kurang gizi, atau bahkan lebih tragis; mati kelaparan ? Yang tidak dapat bersekolah karena tuntutan keadaan ? Yang dijual  dan diperkosa di lokalisasi-lokalisasi untuk menebus “biaya kehidupan” orang tua mereka ? Untuk anak-anak jalanan yang dilecehkan dan dianiaya ? Untuk anak-anak pengemis dan pedagang asongan ? Untuk anak-anak yang di dalam penjara ? Untuk bayi-bayi yang akan diaborsi ? Untuk anak-anak tertolak di panti-panti penampungan sebagai anak yang lahir karena kegagalan aborsi ? Untuk anak-anak terluka yang datang ke Sekolah Minggu setiap minggu ? Untuk anak-anak yang menjadi korban kehancuran keluarga (broken home) ? Untuk anak-anak yang kesepian dan sendiri, dan untuk jutaan anak-anak lain disekitar kita ? Hampir sebagaian besar anak yang datang ke sekolah minggu, datang dalam keadaan compang-camping setelah enam hari sebelumnya diserang habis-habisan oleh penguasa kegelapan dalam berbagai bentuk. Mereka ada di sekitar kita.Lalu apa yang kita lakukan ? Apakah gereja sungguh peduli jika anak dibawa kepada Tuhan Yesus atau tidak ? Lalu siapa yang membawa mereka kepada Tuhan Yesus ? Kepedihan hati Tuhan Yesus dalam Markus 10:14 masih terdengar sepanjang jaman dan menegur kita semua. Tuhan Yesus, marah (baca: sangat sedih) ketika melihat anak-anak dihalangi untuk datang kepada-Nya.
Tuhan Yesus menangisi Sekolah Kristen yang tidak peduli
Adalah hal yang lumrah ketika kita mendapati bahwa sekolah Kristen telah menjadi sekolah ekslusif, yang hanya dapat diakses oleh orang-orang kaya dan mampu membayar. Maka tidak heran, orientasi sekolah Kristen banyak mengalami pergeseran yang signifikan. Dari respon terhadap mandat budaya dan mandat Injil menjadi mengejar profit atas nama mahalnya biaya pendidikan. Saya bertemu dengan banyak anak sekolah Minggu yang baik, yang tidak dapat bersekolah di sekolah Kristen hanya karena tidak memiliki biaya untuk sekolah.
Orientasi utama banyak sekolah Kristen bukan lagi menolong anak bertemu dan mencintai  Tuhan Yesus. Orientasi utama bergeser kepada apa yang perlu kita berikan kepada anak agar mereka dapat hidup mandiri, berprestasi, memiliki banyak kelebihan, sehingga menjadi kebanggaan sekolah dan orang tuanya. Semua diukur dengan prestasi, kecakapan, kelebihan dan  Iman menjadi salah satu bagian yang dipelajari. Tuhan Yesus  hanya menjadi salah satu dari sekian banyak tokoh yang dikenal murid-murid di sekolah Kristen. Bahkan mungkin ada anak yang lebih mengenal Charles Darwin daripada Tuhan Yesus. Ketika memimpin kamp sebuah sekolah Kristen, saya sempat terkejut ketika mengetahui bahwa ada beberapa anak sekolah itu yang sudah lebih dari 5 tahun bersekolah di sekolah Kristen itu namun tidak mengenal siapa Tuhan Yesus ? Lalu mengapa masih menggunakan nama sekolah Kristen? Apakah hanya karena sekolah itu masih memiliki jam ibadah, pelajaran agama Kristen, guru-guru Kristen, dan semua kebenaran legalistik ibadah ? apalah gunanya semua pelaksanaan pernak-pernik ibadah Kristen, tanpa mengenal Tuhan yang benar ? Berapa banyak sekolah yang jujur dapat mengatakan bahwa tujuan utama dari sekolah Kristen adalah menghadirkan dan memperkenalkan Tuhan Yesus dalam segala seluruh proses pendidikan anak. Berapa banyak kepala sekolah yang berani menjadikan Tuhan Yesus sebagai pemimpin Sekolah dan kepala sekolah menjadi pelayan-Nya ? Berapa banyak guru-guru Kristen yang mengajar anak-anak sebagai pengabdian dan cintanya kepada Tuhan Yesus ? Berapa banyak guru yang bertelut setiap hari di hadapan Tuhan hanya memohon supaya Tuhan membuka anugerah keselamatan bagi murid-muridnya ? Tuhan Yesus sungguh sedih. Dia menangis. Tetapi Tuhan tidak mau kita menangisi-Nya. Dia mengatakan,” Tangisilah dirimu sendiri dan anak-anakmu”. Apakah kita peduli ?
Tuhan Yesus menangisi Keluarga Kristen yang rapuh
Kalau Tuhan Yesus datang ke dalam keluarga kita menyelidiki keadaan keluarga kita, apa yang akan dikatakan-Nya ? Mungkin sekali, Tuhan Yesus akan menangis lagi. Keluarga tidak lagi menjadi tempat orang tua menolong anak-anak tumbuh untuk  mengenal Tuhan Yesus. Demi memenuhi apa yang disebut sebuah tuntutan hidup, banyak papa dan mama “merelakan” hidupnya menjadi milik pekerjaan, milik harta, pergi atas nama tuntutan hidup. Tidak pernah ada zaman, melebihi zaman postmodern ini, dengan tingkat kehancuran keluarga yang terbesar sepanjang zaman. Tidak pernah ada masa, anak-anak mengalami kesepian yang paling mendalam, seperti sekarang ini. Bahkan tahun 2006, oleh konferensi pelayan anak dunia, disebut sebagai fatherless world, parentless world. Anak-anak dipaksa untuk menanggung beban, yang seharusnya kita pikulkan untuk mereka. Anak-anak dipaksa menjadi lebih cepat dewasa dan mandiri, mengurus dirinya sendiri, bertanggungjawab untuk dirinya sendiri, dan bahkan mendidik dirinya sendiri. Tidak ada zaman yang lebih mengerikan bagi anak-anak, dibanding zaman ini.
Suatu hari, saya melihat seorang murid saya (sebut saja Adi) kelihatan pucat sekali. Dia sedang sakit, dan badannya demam. Ketika saya memeluk Adi, dia menangis – begitu sedihnya, sambil terus batuk. Dengan sedih, saya memeluknya dengan erat. Kebetulan waktu itu adalah waktu istirahat, dan saya menggendongnya ke ruang makan sekolah dan melihat perbekalan yang dibawanya. Adi membawa makanan yang menurut saya tidak pantas diberikan kepada anak yang sedang sakit seperti itu. Saya bertanya “Siapa yang menyiapkan bekalmu? Dia menjawab “mbak”. Saya meminta dia agar tidak memakan bekalnya. Saya membelikannya roti. Ketika bertemu dengan papa yang menjemputnya saya meminta agar orang tua membawakan makanan yang tepat, untuk kondisi Adi yang sakit. Esok harinya, ketika jam istirahat, saya menemani Adi makan lagi. Tahu apa yang terjadi ? Adi membawa makanan yang sama, seperti yang kemarin. Adi berkata mbak yang menyediakan. Papa mama tiap hari pulang malam, karena bekerja, kuliah, dan puluhan alasan lainnya. Papa-mama tidak ada waktu, bahkan untuk memikirkan makanan yang sehat untuk Adi. Adi mengatakan kadang orang tuanya pulang pada waktu dia sudah tidur. Hati saya sungguh pedih bercampur marah. Ketika berbicara dengan orang tuanya, mereka berkata “Adi baik-baik saja. Kami sudah berbicara dengan Adi dan dia mengerti kok. Semua ini kami lakukan untuk Adi. Suatu alasan yang paling membuat saya marah. Demi Anak ? Sungguh menyedihkan. Apa yang sedang terjadi dengan orang-orang tua di kota Surabaya ? orang tua di dunia ? Apa yang sedang dikejar oleh begitu banyak keluarga, termasuk keluarga Kristen ? Jangankan untuk peduli kepada anak-anak lain, untuk peduli kepada anak kandungnya pun sudah tidak sempat. Dengan berbagai dalih, pengejaran terhadap harta, kedudukan, kemapanan bahkan “pelayanan”, telah menjadi nafsu yang mengikat, sampai banyak orang tua tidak menyadari mereka sedang melukai begitu banyak anak, yang dengan penuh harap menunggu papa dan mamanya di rumah.
Ketika saya melayani di Jakarta, saya pernah mendengar ada seorang anak Sekolah Minggu (sebut saja Jerome) dari keluarga yang kaya berkata demikian, “ Saya iri dengan Budi. Kalau saya boleh memilih, saya lebih memilih dijemput dengan sepeda ontel namun dengan papa daripada dijemput mobil mewah dengan sopir di dalamnya. Sungguh bahagia bisa menjadi seperti Budi.” Budi hanyalah anak tukang cuci pakaian, tapi dengan kebahagiaan yang penuh, karena kehadiran orang tua  yang mencintainya. Sambil terisak, Jerome menghampiri saya dan saya memeluknya dengan erat dan menangis bersamanya.
Masih banyak kisah sedih anak-anak yang dipaksa tumbuh dewasa dan berpikir dewasa sebelum waktunya di dalam keluarga, hanya karena mereka kehilangan papa-mama, yang jarang ada pada waktu mereka membutuhkan. Anak-anak dipaksa untuk mengerti sesuatu yang belum saat mereka mengerti, hanya untuk memuaskan ambisi dan cita-cita orang tuanya, atau dengan berbagai macam dalih. Air mata Tuhan terus menetes…SIAPAKAH YANG AKAN MENGHAPUS AIR MATA TUHAN YESUS UNTUK ANAK-ANAK INI ? Air mata yang pernah tumpah ketika Dia begitu berbahagia ketika menciptakan  kita, sekarang harus tertumpah lagi dalam kepedihan dan dukacita yang mendalam karena melihat kejahatan dan ketidakpedulian kita. Air mata yang tertumpah melihat kepedihan, kesendirian, luka, dan penderitaan anak-anak di seluruh dunia. Apakah kita peduli akan air mata yang ditumpahkan SANG JURUSELAMAT  untuk kita dan anak-anak kita ? Jika kita peduli, ubahlah tangisan kita – tangisan Tuhan Yesus, menjadi sebuah aksi yang menjangkau. Tangan yang terulur bagi anak-anak yang di tepi tebing yang rapuh itu.
1.      Children are special to God, and HE loves them dearly
Anak-anak perlu mengetahui bahwa Tuhan mengasihi mereka dan menantikan anak-anak itu datang kepada-Nya. Lalu bagaimana anak-anak dapat tahu bahwa Tuhan mengasihi mereka ? Kasih Allah akan terlihat jelas apabila ada yang menghadirkannya bagi anak-anak. Memang, Tuhan dapat langsung menghadirkan kasih-Nya bagi anak-anak, termasuk lewat pekerjaan Tangan supranatural-Nya. Tapi, anehnya Tuhan jarang sekali memakai cara supranatural-Nya. Dia lebih senang memakai cara natural untuk menyatakan diri-Nya. Tuhan ingin memakai kita. Tuhan ingin memakai tangan kita untuk menghadirkan tangan-Nya bagi anak-anak. Tuhan ingin memakai kasih kita untuk menghadirkan kasih-Nya. Tuhan ingin memakai kita. Itulah anugerah. Itulah yang sering saya sebut ON MISSION WITH GOD.  Kita bukan siapa-siapa. I am noone, but GOD makes me someone to do something HE wants. Bukankah sejarah membuktikan hal itu ? Allah memakai begitu banyak orang, yang mencintai-Nya, untuk menyatakan kasih Allah.
Suatu hari seorang Biarawati dari Korea mendapat kesempatan untuk mewawancarai  Mother Teresa. Setelah mendengar begitu banyak hal yang dilakukannya bagi orang-orang terbuang dan terluka di India, Biarawati itu bertanya, “May I  know the secret of your strength ? In spite of so many difficulties, you always work with joy. Where does the joy come from ? Mother Teresa dengan senyum lembut menjawab, “We all work for Jesus, and all through Jesus, and all to Jesus. Jesus is the strength and joy.” Dia melanjutkan, “ Jesus said that very clearly, what ever you do to the least is what you do to me”. Kasih adalah sebuah aksi,  justru kepada mereka yang paling tidak berdaya. 
Kitapun dapat melakukan sesuatu yang sederhana untuk anak-anak kita temui setiap hari, di jalan, di sekolah minggu, di sekolah anak kita, di sekitar rumah kita. Ketika kita memeluk anak-anak, kita membagi hati Allah kepada mereka. Ketika kita memberi mereka makan, menolong mereka dapat bersekolah kembali, bermain bersama mereka, dan membagi kasih dengan cara unik kita masing-masing, anak-anak itu akan menemukan Kristus di dalam kita dan mengerti bahwa Tuhan sungguh mencintai mereka.
Suatu hari, ada seorang anak jalanan (sebut saja Jupri, usia 6 tahun) di salah satu daerah kumuh Surabaya, datang kepada saya, setelah saya melayaninya beberapa bulan. Dalam beberapa bulan itu, saya selalu menceritakan tentang Tuhan Yesus yang penuh kasih dan sangat mencintai anak-anak di sana. Setelah pertemuan selesai, dia datang kepada saya dan bertanya, “Kalau Tuhan Yesus sayang pada saya, mengapa Dia tidak pernah datang ke sini ? “ Saya terpaku, tidak tahu harus menjawab apa. Beberapa bulan berselang, saya mengajak Jupri  (atas ijin neneknya yang tinggal bersamanya) untuk menikmati makanan yang tidak pernah disantapnya sebelumnya, ayam goreng dan ice cream McDonald. Pada waktu makan, ada satu kalimat kembali muncul dari bibir mungil anak kritis ini, “ Kalau Kakak saja sebaik ini, bagaimana Tuhan Yesus ya ? pasti Dia lebih baik  dari kakak. Kakak kan sering bilang kalau Tuhan Yesus itu guru kakak.” Saya tercengang, bahagia sekaligus terharu. Seorang anak kecil, yang tidak pernah bersekolah, yang dipandang kecil dan hina dalam kemiskinannya, sekarang menemukan kebenaran Allah mencintainya. Saya jadi mengerti apa artinya menghadirkan Tuhan Yesus bagi mereka yang membutuhkan-Nya. Bagaimana dengan Anda ? mau mengambil bagian menjadi saluran kebahagiaan Tuhan bagi anak-anak disekitar kita ? Bila ya, kita bisa mulai dari hal-hal kecil di sekitar kita. Dan ketahuilah, kita akan mendapat kebahagian terbesar, karena menyediakan tangan “lemah”  kita untuk menyeka air mata Kristus bagi anak-anak di sekitar kita. Mulailah dengan cara yang sederhana, tipikal kita masing-masing untuk anak-anak itu. Menjadi Tangan Tuhan bagi dunia. GOD’S HAND FOR THE WOUNDED WORLD.
John Ortberg, dalam bukunya The Life You’ve always wanted, menuliskan dengan sangat mendalam bahwa “Inti kekristenan adalah mengenai transformasi, tentang Tuhan yang bukan hanya peduli dengan “kehidupan rohani” kita, tapi yang ingin memberi dampak dalam setiap aspek kehidupan. Ternyata Tuhan bisa saja tidak menemui kita di biara (tempat ibadah), tapi di jalanan, dan setiap kehidupan biasa sehari-hari memiliki potensi untuk dijalani seakan Yesus sendiri yang menjalaninya”.
2.      Children need someone to help them in their spiritual Walfare (fight against the darkness, evil and sin)  Alkitab dalam Efesus 6, dengan sangat jelas mengatakan bahwa perjuangan hidup kita bukanlah melawan darah dan daging (yang kasat mata). Perjuangan kita adalah melawan penguasa-penguasa kegelapan (yang tidak kasat mata). Realita ini seharusnya membuat kita tersentak dan menyadari betapa seriusnya perjuangan ini. Setiap hari, kita harus menghadapi kuasa kegelapan dan peperangan rohani. Bagaimana dengan anak-anak kita ? murid-murid kita ? anak sekolah minggu dan anak panti asuhan kita ? Anak-anak yang kecil dan sederhanapun menghadapi hal yang sama, bahkan dengan intensitas dan serangan yang jauh lebih besar. Untuk membedakan tangan kanan dan kiri saja (dalam arti yang sebenarnya) mereka tidak mampu, bagaimana dengan peperangan rohani yang harus mereka hadapi setiap hari ? Jika kita menyadari betapa mengerikannya peperangan ini, perlawanan melawan iblis, maka kita tidak akan pernah membiarkan anak-anak kita berjuang sendirian. Allah memanggil kita; orang tua, guru, dan para pelayan anak,  dengan tujuan yang paling utama, yaitu mendampingi anak-anak untuk menghadapi peperangan rohani melawan penguasa kegelapan. Mereka tidak bisa membela diri mereka sendiri. Children are defenseless. Jika kita membiarkan mereka berjuang sendiri, mereka pasti akan binasa. Maka yang menjadi tugas utama kita adalah memperkenalkan Tuhan Yesus kepada semua anak yang kita temui. Sebab inilah satu-satunya jalan untuk menghadapi kuasa kegelapan. Seluruh waktu dan pusat pelayanan kita bagi anak-anak adalah membawa mereka mempercayai Tuhan Yesus sebagai juru selamat pribadi mereka. Tanpa ini, segala hal yang lain akan menjadi sia-sia. Semua pendidikan rohani, pendidikan iman, pendidikan karakter dan moral akan sia-sia, tanpa anak menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan juruselamat mereka. Perlu di ketahui bahwa jumlah manusia yang belum terjangkau oleh injil saat ini sekitar 1,7 Milyar manusia. Jika setengahnya adalah anak-anak, maka ada hampir 1 milyar anak di seluruh dunia yang belum pernah terjangkau oleh injil. Bahkan sebagaian besar dari anak-anak yang tak terjangkau oleh injil adalah anak-anak yang dalam krisis. Tahun-tahun ini, dunia memerlukan pelayan anak lebih dari yang pernah ada sebelumnya. Maka pasti inilah doa tak terucap yang diungkapkan anak-anak terhilang di seluruh dunia; Mereka merindukan kedatangan orang-orang yang menjadi pembela hak mereka, yang bersuara bagi mereka. Bukankah itu yang diserukan dengan tajam dan keras, sebagai penutup kitab bijaksana, “ Bukalah mulutmu untuk orang (anak)  yang bisu, untuk hak semua orang (anak) yang merana. Bukalah mulutmu, ambillah keputusan secara adil dan berikanlah kepada yang tertindas(anak dalam krisis) dan yang miskin hak mereka” (Amsal 31:8-9). Ambillah keputusan untuk melayani seorang anak di dekat kita saat ini juga.
3.      God is still working and walking with HIS cross to share HIS love
Beberapa hari yang lalu, saya diberi anugerah oleh Tuhan, menggendong seorang bayi berusia 12 hari, yang ditemukan di sebuah tempat sampah, di dekat sebuah panti penampungan di Surabaya. Ketika saya memandang wajah bayi laki-laki itu, saya menangis karena hati saya pedih sekali. Namun wajah mungil dengan kulit kecoklatan yang sedang tertidur pulas di pelukan saya itu  seakan ingin mengingatkan saya “Hey Rudy, God is still working around all children, that’s why you cry, for I am crying for them more than you”, Tuhan Yesus masih terus bekerja, menggapai anak-anak yang terhilang. Tangan yang telah berlubang paku itu masih terus diulurkan kepada anak-anak yang di tepi tebing yang rapuh. Bahkan Tuhan tetap berjalan berkeliling memanggul salib-Nya, hanya untuk menunjukkan betapa cinta-Nya pada anak-anak itu, seakan Dia bertanya kepada kita, “ maukah kamu memikul salibmu bagi anak-anak yang KU cintai ini ? Memakai tanganmu untuk menggapai tangan anak-anak yang ada di tepi tebing yang rapuh itu ?”
Dalam misiologi, ada istilah Jendela 10/40. Apa artinya ? Fokus misi terletak di bagian bumi 10o Lintang Utara sampai 40o Lintang utara, mulai dari Afrika sampai ke Asia. Tempat-tempat 10/40 adalah tempat hampir semua suku yang belum terjamah, terbentang 89 % orang yang paling miskin di seluruh dunia, terkumpulnya agama-agama terbesar di dunia, dengan 50 kota metropolis yang tidak mengenal Kristus. Dan tahukah kita, bahwa setiap hari, Tuhan Yesus terus membangkitkan para pelayan anak-anak, dari hari ke hari, untuk menjangkau anak-anak yang terhilang ini di seluruh dunia. Doakanlah para pelayan anak, sebab inilah pelayanan yang disebut pelayanan tanpa ucapan terima kasih, pelayanan tanpa penghargaan, dan pelayanan dalam pengabdian. Seperti ketika Tuhan memanggil Musa dan dia menjawab “Allah memanggil dia … dan ia menjawab, Ini aku (Kel 3:4 – NKJV).
Why me ? Tuhan bisa memakai malaikat (seperti untuk Maria), atau keledai (Seperti untuk Bileam). Dia bisa pakai burung, manna, batu, tongkat (untuk orang pilihan-Nya), tapi anehnya, Tuhan malah memilih kita.  Dia mau memakai kita semua. Mengapa ? Dia mau kita menerima upah di Surga yang mulia. Dia menyediakan mahkota untuk salib yang dipikulkan bagi-Nya. Opendoors mencatat bahwa setiap tahun, ada 160.000 orang di 50 negara yang rela memberikan nyawa mereka, mati untuk Injil, yang bersedia membayar harga untuk memikul Salib Kristus, demi menghapus air mata Kristus bagi mereka yang terhilang. “…mereka sangat gembira, karena mereka telah dianggap layak untuk menderita penghinaan oleh karena nama Yesus. Dan setiap hari mereka melanjutkan pengajaran mereka di Bait Allah dan di rumah-rumah orang dan memberitakan Injil tentang Yesus yang adalah Mesias”. (Kis 5:41-42)
Penutup: Sebuah doa untuk anak-anak
Amy Carmichael adalah seorang sederhana yang menyerahkan hidupnya untuk membalut luka dan kesedihan anak-anak terbuang di India dengan kasih Allah. Dalam pergumulannya yang mendalam mengenai anak-anak, Amy menulis sebuah doa yang benar-benar menggugah hati saya. Inilah doanya: “Bapa, dengar doa kami. Dengar seruan hati kami berkata, Kami berdoa untuk anak-anak kami. Lindungilah mereka dari kuasa si jahat, Yang tersembunyi dan membahayakan, Bapa, dengarkanlah kami demi anak-anak kami. Dari pusaran air yang mengisap mereka, Dari cidera pasir yang menghanyutkan, tariklah mereka, Bapa, dengarkanlah kami, demi anak-anak kami.Dari orang-orang duniawi yang kesukaannya hampa, Dari sengat kesusahan yang tidak setia. Bapa, Bapa, lindungi anak-anak kami. Pimpin mereka melalui kesulitan hidup, Angkatlah hati mereka melalui pergumulan hidup yang pahit, Bapa, Bapa, dekatlah dengan mereka. Dan kemanapun mereka pergi, Pimpin mereka pulang pada waktu senja”.
Betapa indahnya saat kita menyadari bahwa Tuhan mau memakai kita untuk menjadi TANGAN-TANGAN yang terulur untuk membalut luka dan menyeka air mata anak-anak, serta membawa berita kesukaan yang membawa anak-anak yang berharga ini kembali tersenyum dan tertawa bahagia. “…supaya penuhlah sukacita-KU di dalam diri mereka” (Yoh 17:13). Anak-anak tertawa lagi. Hore…mereka tertawa lagi !!! What a wonderful moment, right ? Tuhan Yesus sungguh-sungguh mencintai anak-anak. Let us ON FIRE FOR THE KING, WITH PASSION FOR THE LOST. (RT07)



Welcome to my joyful blog

Dear all friends,



Hi, thanks for visiting this blog. We made this blog because We want to share love, joy, and faith to all in need. We love to serve and help you, especially children and adolescent, to find the purpose of your life.



If you are in need of someone who listen and care, please contact me. if you need me in private, contact us freely to our email: rudytejalaksana@yahoo.com or contact us through facebook. I want to help you.... please let me know ya.

God loves you, guys