Search This Blog

REMEMBERING OUR PRECIOUS DAUGHTER, HARRIETT ELIZABETH TEJALAKSANA (June. 27, 2015)

Benaiah is already with us. He is so precious boy.

Saturday, June 26, 2010

A Theological Basis for Family Relationships

BACAAN KELUARGA - 1
THE FAMILY : A CHRISTIAN PERSPECTIVE ON THE CONTEMPORARY HOME 

 Pendahuluan

            Buku ini adalah buku yang sangat indah dan memberi inspirasi yang kuat tentang pernikahan yang Allah inginkan bagi kita semua. Saya mencoba melakukan refleksi dalam setiap bacaan ini, agar bacaan ini benar-benar tertanam dalam pikiran dan hati saya. Oleh sebab itu, saya banyak menggunakan bahasa sendiri untuk mengerti apa yang penulis maksudkan dalam bukunya. Apa yang saya tulis di bawah ini bukanlah ringkasan dari isi buku, namun apa yang saya pahami dari seluruh bacaan. Biarlah Tuhan yang menanamkannya dalam hati kita yang membaca buku ini, dan menolong kita memiliki prinsip yang benar dalam mempersiapkan dan membina keluarga yang Tuhan beri dan rancangan bagi kita. Segala kemuliaan hanya bagi Tuhan Yesus.

A Theological Basis for Family Relationships

            Untuk memahami konsep Alkitab mengenai keluarga dan hubungan di dalamnya, kita perlu secara cermat menggunakan Alkitab dan memahaminya berdasarkan konsep dan konteks keseluruhan Alkitab mengenai kehidupan keluarga. Pengunaan Alkitab yang tidak memperhatikan konteks sosial, sejarah, dan budaya pada masa itu akan mengakibatkan pengurangan bahkan penyelewengan makna. James Dunn menyebut hal ini sebagai abuse of scripture. Salah satu fokus yang penting ketika berbicara mengenai teologi keluarga adalah konsep perjanjian Allah dan umat pilihan-Nya. Beberapa tokoh seperti Ray Andersen, Dennis Guernsey, Stuart McLean, mencoba menggali konsep ini lebih dalam sebagai konsep sentral teologi keluarga di dalam Alkitab. Penulis pun setuju dengan prinsip perjanjian ini sebagai dasar dan starting point dari semua konsep teologi yang dibangunnya di dalam buku ini.
            Penulis mengungkapkan 4 point penting yang menjadi elemen utama bangunan teologi mengenai hubungan keluarga, yaitu: covenant (Perjanjian), grace (Anugerah), empowering (Memberdayakan), intimacy (Keintiman). Keempat elemen ini tidak setara namun saling mempengaruhi dan bergantung satu dengan yang lain serta menghasilkan pertumbuhan di dalam hubungan keluarga. Penulis menggambarkan hubungan antar elemen di atas sebagai satu hubungan dinamis dalam bentuk spiral, yang terus saling memperkuat satu dengan yang lain.
Pertama: Covenant – To Love and Be Loved. Sebuah covenant bukanlah suatu kontrak. Covenant adalah sebuah hubungan dengan unconditional commitment yang diperlihatkan oleh Allah bagi umat-Nya dan sebagai role model  peran orang tua dalam keluarga. Allahlah yang mengambil inisiatif sebuah hubungan covenant. Penulis memberi contoh kisah Nuh (Kej 6:18-9:9; 10) dan kisah Abraham (Kej 15-17) sebagai dasar konsep Allah yang mengambil inisiatif sebuah perjanjian. Setidaknya ada 4 hal penting yang ingin diungkapkan penulis berdasarkan dua contoh di atas. Pertama: Komitmen Allah terhadap perjanjian itu mulai tidak bergantung kepada persetujuan dari objek (Nuh / Abraham) perjanjian Allah. Kedua: Allah ingin manusia meresponi covenant yang Allah mulai itu.  Itu bukan berarti Allah bergantung kepada respon manusia. Penulis menggambarkan covenant Allah sebagai everlasting covenant dan tidak tergantung sama sekali kepada Nuh dan Abraham. Ketiga: Ada offer dan responsibility  terhadap covenant yang Allah tawarkan. Kasih Allah tidak bersyarat, tapi untuk menerima berkat Allah yang ditawarkan bersifat conditional – bersedia menerima dan melakukan tanggung jawab sebagaimana yang telah ditawarkan. Keempat: Covenant Allah bukan saja terbatas antar Allah dan individu, namun terkait dengan keluarga mereka secara keseluruhan, menerima kasih Tuhan yang tidak bersyarat itu. Dari keempat hal ini, penulis mencoba menganalogikan prinsip unconditional commitment Allah dengan komitmen orang tua terhadap anak. Namun gambaran yang paling jelas dari prinsip ini adalah kehidupan Tuhan Yesus, yang benar-benar menggambarkan kasih tak bersyarat itu (berdasarkan Lukas 15). Bahkan I Yoh 4:19 dan I Yoh 10 benar-benar ingin menggambarkan bahwa Allah yang lebih dahulu mengasihi kita, tidak tergantung dari apapun dalam diri kita.
            Demikian halnya dengan hubungan di dalam keluarga harus pula dimulai dengan covenant love – sebuah perjanjian dengan kasih dan komitmen tanpa syarat, baik dalam hubungan unilateral (satu arah – memberi) karena hubungan yang masih dangkal, maupun hubungan unilateral (dua arah), yang cenderung merupakan hubungan yang dewasa. Tuhan menginginkan Komitmen dan kasih tanpa syarat ini bertumbuh dan menjadi bersifat resiprokal dan mutual antar individu dalam keluarga, untuk pertumbuhan dan kepuasan bersama.
            Kedua: Grace – To Forgive and Be Forgiven. Penulis mengatakan bahwa secara naturnya, covenant is grace. Sebuah komitmen tak bersyarat pasti dipenuhi dengan anugerah. Tuhan merancang keluarga untuk hidup di dalam anugerah dan pengampunan. Anugerah memberi kebebasan bagi anggota lain untuk bertumbuh dalam kasih dan komitmen. Kasih Allah yang tidak bersyarat memampukan kita untuk diampuni. Kita yang mendapat pengampunan Allah, dan hidup dalam kasih tak bersyarat-Nya, memampukan kita untuk mengasihi orang lain dengan kasih tak bersyarat yang sama seperti yang Allah berikan. Alkitab dengan jelas berkata bahwa tidak ada manusia yang sempurna dan dapat menyelamatkan dirinya sendiri dengan melakukan hukum-hukum. Semua manusia tidak berdaya dan membutuhkan anugerah untuk diselamatkan. Demikian juga dengan kehidupan keluarga. Konsep anugerah dalam hubungan keluarga sungguh amat krusial, khususnya di dalam hubungan saling mendukung dan memenuhi kebutuhan, pertumbuhan demi kebaikan bersama.
            Ketiga: Empowering - To Serve and Be Served. Seringkali power digunakan untuk mempengaruhi orang lain. Namun faktanya ketika power digunakan, seringkali justru melemahkan pihak yang dipengaruhi. Empowering (memberdayakan) sangatlah berbeda. Empowering adalah suatu cara untuk membangkitkan power pihak lain karena mendapat kekuatan, semangat dan motivasi dari orang yang melakukan empowering. Konsep Alkitab tentang hubungan dalam keluarga adalah mengenai empowering. Penulis mengatakan, ” If covenant is the love commitment and grace is the underlying atmosphere of acceptance, empowering is the action of God in people’s lives”. Yoh 10:10; 1:12-13, Gal 5:22-23, Ef 4:13 memberi gambaran yang jelas mengenai tujuan Allah yang bekerja di dalam hidup umat-Nya dalam bentuk empowering. Penulis memberi ilustrasi yang indah mengenai hidup Tuhan Yesus sebagai contoh empowering yang sangat indah. Dia berkata, ”Jesus rejected the use of power to control others, and instead affirmed the use of powert to serve others, to lift up the fallen, to forgive the guilty, to encourage responsibility and maturity in the weak, and to enable the unable”. Empowering adalah sebuah kasih dalam perbuatan. Dalam hubungan keluarga, setiap anggota keluarga pun akan menggunakan kekuatannya untuk membangun satu dengan yang lain. Namun hal ini hanya bisa ada ketika komitmen dan anugerah selalu menjadi dasar dari pelayan antar anggota keluarga. God empowers us, by the Holy Spirit, to empower others.
            Keempat: Intimacy – to know and to be known. Gambaran Allah dalam Kekristenan sangatlah berbeda dibandingkan dengan agama lain di dunia. Allah kita adalah ingin mengenal kita dan membiarkan diri-Nya yang mulia itu dikenal oleh manusia. Tuhan benar-benar mengerti dan mengenal kita (Bnd Rom 8:26-27). Allah memberi gambaran keintiman yang sangat dalam dari sebuah hubungan. Pada awalnya, Adam dan Hawa begitu terbuka dan transparan di hadapan Allah. Dosa membuat mereka merasa malu. Rasa malu membuat manusia menutupi dirinya agar supaya dirinya tidak diketahui. Manusia menggunakan topeng untuk menutupi dirinya satu dengan yang lain. Hubungan menjadi rusak. Hubungan yang benar di dalam keluarga, yang didasarkan pada komitmen dalam atmosfer anugerah yang menerima, dan semangat pemberdayaan dan saling mendorong yang kuat akan mendorong seseorang untuk membuka diri, secara intim dikenal dan mengenal anggota yang lainnya. Tuhan Yesus memberi gambaran yang paling jelas dari keintiman Allah dengan manusia. Dia datang sebagai hamba, mengosongkan diri, merendahkan diri-Nya untuk mengenal dan dikenal oleh manusia. Penulis mengatakan bahwa ketika anggota keluarga sudah mulai membuka diri dan berbicara dengan bebas, disanalah kepercayaan dan komitmen akan bertumbuh dengan sehat. Bukankah itu yang dikatakan juga di dalam I Yoh 4:16, 18-19 yang memberi gambaran bahwa kasih Allah yang sempurna menyingkirkan semua ketakutan dan selubung yang menutupi. Kasih Allah yang menjadi dasar dari kasih dalam hubungan keluarga akan membawa hubungan yang semakin dewasa, dan keintiman menjadi salah satu unsur penting di dalamnya.

Kesimpulan Bab 1:
            Penulis benar-benar memberi gambaran yang sangat indah mengenai konsep Alkitab mengenai keluarga. Ketika dunia yang terluka menawarkan kasih bersyarat, Alkitab menawarkan kasih tanpa syarat. Ketika dunia yang terluka menuntut kesempurnaan dalam hubungan, Alkitab menawarkan anugerah yang besar. Ketika dunia yang terluka menuntut kontrol terhadap orang lain, Alkitab menawarkan kekuatan untuk memberdayakan yang lain. Ketika dunia yang terluka menutup diri, menggunakan topeng karena takut disakiti, Alkitab menawarkan keintiman yang mendalam. Hubungan dimulai dari komitmen sebuah covenant yang benar-benar tidak bersyarat untuk membangun atmosfer kondusif penuh anugerah, penerimaan, pengampunan, dalam kondisi yang paling buruk sekalipun. Setiap anggota keluarga selalu menggunakan semua hal di dalam keluarga untuk saling mendukung, menolong dan memberdayakan satu dengan yang lain, yang memampukan setiap anggota keluarga membuka diri, merasa aman untuk intim; penuh perhatian, saling mengerti, saling berkomunikasi dan bersekutu dengan mendalam. Yang dihasilkan dari sebuah hubungan keluarga adalah pertumbuhan menuju kedewasaan dan kematangan. (RT2010)

No comments:

Welcome to my joyful blog

Dear all friends,



Hi, thanks for visiting this blog. We made this blog because We want to share love, joy, and faith to all in need. We love to serve and help you, especially children and adolescent, to find the purpose of your life.



If you are in need of someone who listen and care, please contact me. if you need me in private, contact us freely to our email: rudytejalaksana@yahoo.com or contact us through facebook. I want to help you.... please let me know ya.

God loves you, guys