SERI KONSELING ANAK
KONSELING ANAK DENGAN METODE PLAY THERAPY
Oleh: Rudy Tejalaksana, M.K.
PENDAHULUAN
Saya tidak henti-hentinya bersyukur kepada Tuhan atas kesempatan belajar di kelas terapi anak. Banyak sekali hal baru dan penuh inspirasi, yang akan sangat berguna bagi pelayanan saya, khususnya dalam melayani anak jalanan di kota Surabaya. Terima kasih untuk Dr. Vivian Soesilo (Queensland University), yang dengan sabar dan penuh semangat mengajar saya memahami mengenai konseling anak. Terpujilah Tuhan Yesus, untuk semua hal indah yang Tuhan rancangkan bagi hidup kita, khususnya anak-anak yang kita layani. Terpujilah Tuhan Yesus selamanya.
KONDISI DAN KEBUTUHAN ANAK-ANAK
Jumlah anak-anak di seluruh dunia adalah jumlah mayoritas dari seluruh keluarga manusia. Lebih dari 50 % jumlah manusia di seluruh dunia ini adalah anak-anak (usia 0-15 tahun). Jika jumlah manusia di seluruh dunia mencapai 6,5 Milyar manusia, maka di seluruh dunia, ada + 3 Milyar jumlah anak-anak di seluruh dunia. Namun, anak-anak adalah warga kelas 2 dalam susunan masyarakat hampir di semua tempat di seluruh dunia. Anak-anak selalu menjadi prioritas kesekian, setelah orang dewasa. Demikian halnya di dalam pelayanan pastoral. Seringkali pelayanan kepada anak-anak bukanlah pelayanan yang menjadi prioritas, bahkan terlupakan. Bahkan untuk pelayanan pastoral pun, anak-anak tidak mendapat pelayanan yang sebenarnya sangat dibutuhkan. Anak-anak terlantar secara pastoral. Cobalah telaah sebuah contoh sederhana. Bila di dalam satu keluarga ada anggota keluarga yang meninggal dunia, siapa yang anak mendapat pelayanan pastoral pertama dan terutama ? orang-orang dewasa. Seringkali anak-anak dipandang belum mengerti banyak hal, belum sadar banyak hal, dan sering terlihat baik-baik saja. Padahal sebenarnya tidak demikian. Mereka memiliki perasaan dan pikiran yang hampir sama dengan orang dewasa ketika menghadapi krisis. Kenyataan ini seharusnya membuat kita menyadari bahwa pelayanan konseling pastoral kepada anak menjadi sesuatu yang mendesak untuk dilakukan.
Konseling anak adalah usaha pastoral untuk menolong anak menghadapi masalah yang dihadapi anak dan menemukan cara berpikir dan tingkah laku yang baru terhadap masalah yang dihadapinya tersebut.
KETERLIBATAN KELUARGA DALAM KONSELING ANAK
Dalam konseling yang efektif, peran orang tua dan orang-orang terdekat sangatlah penting dan menentukan keberhasilan pertolongan kepada anak. Oleh sebab itu, konseling anak seringkali dimulai dengan terapi keluarga terlebih dahulu. Terapi anak tanpa terapi keluarga, anak akan menjadi fokus masalah (kambing hitam) padahal peran orang tua dalam masalah yang dihadapi anak sangat besar. Namun jika konselor hanya memberi terapi keluarga tanpa adanya terapi pribadi kepada anak, anak sulit ditolong untuk mencari penyelesaian terhadap masalah yang dihadapi. Pihak-pihak yang terlibat adalah pihak-pihak yang ada hubungannya dengan anak, yang memperhatikan dan berpengaruh dalam hidupnya. Oleh sebab itu, konseling anak (dan remaja) seringkali dipandang jauh lebih kompleks dibanding konseling-konseling lainnya.
TERAPI BERMAIN DALAM KONSELING ANAK
Salah satu metode yang sangat efektif yang sering dipakai di dalam konseling anak adalah terapi bermain (Play Therapy). Setidaknya ada lima alasan mengapa konselor anak menggunakan terapi bermain dalam menolong anak-anak. Pertama: pemecah es hubungan konselor – anak. Kedua: Menolong usaha konselor lebih memahami anak yang ditangani. Ketiga: Menolong anak menyatakan secara nonverbal sesuatu yang sulit diungkapkan anak. Keempat: Menolong anak bertumbuh dan sadar akan masalah yang dihadapi sehingga dapat menemukan jalan keluar. Kelima: Usaha melatih anak melakukan suatu ketrampilan yang dahulu tidak dapat dilakukannya. Penggunaan terapi bermain sudah sangat terbukti sangat efektif dalam pemberian pertolongan pastoral kepada anak-anak.
PROSES KONSELING ANAK
Hampir semua anak yang datang ke ruang konseling dibawa oleh orang lain, baik itu orang tua, atau pihak-pihak lain yang bertanggung jawab terhadap kehidupan anak. Oleh sebab itu, anak-anak yang datang ke ruang konseling seringkali tidak siap, atau bahkan enggan menceritakan masalah yang sedang dihadapinya saat itu. Oleh sebab itu, konselor harus benar-benar mempersiapkan segala sesuatu, khususnya kesiapan hati untuk menjalin hubungan (relationship) dengan anak yang datang kepadanya.
Langkah Persiapan
Ada beberapa persiapan yang perlu dilakukan oleh konselor sebelum sesi pertama konseling berlangsung.
Pertama: Konselor perlu mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya mengenai anak, kondisinya, keadaan keluarga, nilai-nilai hidupnya, pergaulannya, dan sebagainya dari orang-orang yang hidup di sekitar anak itu, misalnya: keluarga, pengasuh, dan sebagainya. Semakin banyak informasi yang diperoleh anak semakin membantu keefektifan konseling dan dalam penetapan goal / tujuan konseling berikutnya.
Kedua: Konselor perlu menegaskan kontrak dengan orang tua. Orang tua harus menyadari dan terlibat di dalam seluruh proses konseling, khususnya dalam rangka menolong anak di rumah. Ketiga: Konselor perlu memilih media konseling yang tepat sesuai dengan kebutuhan, karakter, dan kesukaan anak. Hal ini akan sangat mempengaruhi kesiapan anak untuk menceritakan masalah dan dibantu dalam rangka menghadapi dan menyelesaikan masalah.
Langkah konseling
Fase pertama: Client Centered Psychotherapy. Langkah awal disebut sebagai joining, yaitu konselor mulai menjalin hubungan yang akrab dan dengan dekat dengan anak. Dalam Tujuan utama joining adalah untuk membangun rasa aman sehingga pelan-pelan anak mulai membuka dirinya dan masalah yang dihadapi. Keberhasilan joining dimulai dari pertemuan pertama. Semakin baik kesan anak terhadap konselor diawal konseling akan mempengaruhi seluruh proses konseling berikutnya. Dalam pertemuan awal ini, mungkin akan banyak kejutan, hal yang mengagetkan kita. Namun yang paling penting adalah stick to the focus of counseling. Dalam proses joining, konselor dapat menggunakan media yang dapat membantu anak untuk membuka dirinya. Media yang paling sering dipakai untuk proses joining adalah miniatur binatang (akan dijelaskan pada poin di bawah). Konselor perlu melakukan banyak observasi terhadap segala sesuatu yang dilakukan, dikatakan, dipikirkan, anak. Konselor juga perlu mendengar dengan penuh perhatian terhadap anak. Dalam berbicara dengan anak, konselor harus menghindarkan kesan menginterview anak dengan memberondongnya dengan banyak pertanyaan. Ketika berbicara dengan anak, konselor sebaiknya menggunakan statement (kalimat berita) yang berisi affirmasi dan beri feedback untuk setiap hal yang dibicarakan anak. Ketika konselor ingin bertanya, hindari pengunaan kata tanya ”mengapa”. Gunakan pertanyaan terbuka (open question), yang mengijinkan anak bercerita lebih banyak. Konselor perlu bertanya beberapa kali untuk satu hal yang diceritakan anak, agar anak dapat bercerita lebih banyak lagi pokok pembicaraannya. Ijinkan anak berbicara apa yang ingin dia bicarakan. Konselor harus berhati-hati terhadap fokus kepada agenda pribadi konselor. Setelah anak berbicara dengan terbuka dan konselor mulai menangkap problem utama yang sedang dihadapi, konselor perlu menetapkan goal / tujuan spesifik dari proses konseling. Hal ini akan membuat konselor lebih efektif menolong anak.
Fase kedua: Gestalt Therapy. Setelah anak menceritakan masalah yang dihadapi dalam fase pertama, konselor perlu menolong anak untuk masuk ke dalam emosinya berkaitan dengan masalah yang sedang dihadapi. Kita perlu menolong anak untuk release the emotion, tentang kesedihannya, kemarahannya, perasaan ditolaknya, dan mengijinkannya untuk melakukan hal-hal yang sebelumnya mungkin tidak dilakukannya; misalnya berteriak dengan suara keras, meremas-remas sesuatu (media yang disediakan). Media yang paling sering digunakan dalam fase ini adalah sand tray atau clay. Media ini menolong anak untuk dapat mengeluarkan emosi-emosi negatif yang mungkin selama ini tersembunyi namun terus dirasakan anak. Setelah proses pelepasan emosi, anak mungkin akan mengalami kelegaan dan cenderung lebih positif. Setelah anak masuk ke dalam keadaan itu, konselor dapat melanjutkan konseling ke fase berikutnya.
Fase ketiga: Narative therapy. Dalam fase ini, konselor menolong anak melakukan rekonstruksi mengenai apa yang sedang terjadi dalam hidupnya. Dalam fase ini, konselor menolong anak untuk melihat masalah yang dihadapi dengan cara yang berbeda (dari sudut yang berbeda dan lebih positif). Penekanan semua pendekatan adalah strength based. Dalam fase ini, Pertama: konselor menolong anak dengan melakukan rekonstruksi cerita, dan membuat cerita baru (dari hal yang sama namun dengan sudut pandang yang lebih positif) dari kisah yang sudah diceritakan anak. Kedua:Konselor menolong anak melakukan proses eksternalisasi, yaitu menolong anak menaruh masalah di luar dirinya, dan melihatnya dengan perspektif yang berbeda. Ketiga: Pola lain yang sering dilakukan adalah pengecualian (exception), yaitu ketika anak berulang-ulang menggunakan kata-kata tertentu, misalanya: selalu, tidak pernah, tiap kali, dan sebagainya. Pengecualian membuat anak melihat, bahwa di dalam hal yang negatif, tetap ada hal yang positif. Keempat: Konselor menggunakan scalling Question,untuk mengukur tingkat masalah yang dihadapi (dipikirkan atau dirasakan) anak. Kelima: Konselor dapat menggunakan Miracle Question, mengenai kemungkinan keadaan anak bila masalah yang dihadapinya hilang atau tidak ada lagi. Semua pendekatan ini akan sangat menolong anak untuk melihat sesuatu dengan lebih positif dan mengandung harapan untuk berubah. Persepsi yang berubah akan menolong anak untuk mengubah tingkah lakunya berkaitan dengan hal itu.
Media yang paling sering digunakan dalam fase ini adalah penggunaan Sand tray dan clay / malam / tanah liat, yang juga sangat menolong anak untuk deal dengan perasaan dan pola berpikirnya,
Fase keempat: Cognitive Behaviour Therapy. Setelah menemukan masalah utama, deal dengan perasaannya kepada hal itu, dan melihat masalah itu secara berbeda dan positif, sekarang konselor perlu menolong anak untuk memutuskan orang seperti apa yang diinginkan oleh anak. Seringkali anak yang mengalami masalah mengganggap bahwa dialah yang menyebabkan masalah terjadi. Hal ini tentu sangat merusak cara dia berpikir mengenai dirinya sendiri. Banyak keyakinan yang salah mengenai diri yang dibangun dari rasa bersalah ini. Oleh sebab itu, konselor perlu menolong mengubah unhelpful belief (destructive beliefs) mengenai dirinya sendiri. Metode yang sering digunakan dalam fase ini adalah menggambar fruit tree.. Dalam hal ini, anak disadarkan bahwa ada banyak pilihan yang harus diputuskannya, khususnya mengenai dirinya sendiri, khususnya untuk keinginannya dan harapannya menjadi seseorang yang diinginkannya untuk hidup secara sehat dan benar. Pilihannya akan sangat mempengaruhi akan jadi seperti apa dirinya setelah konseling selesai
Fase kelima: Behaviour Therapy. Dalam fase ini, konselong menolong anak berlatih ketrampilan baru yang dibutuhkannya untuk menjadi seorang seperti yang dipilihnya dalam fase kelima. Metode yang dapat menolong anak untuk belajar tingkah laku yang baru adalah comic strip atau worksheet. Tentu seorang anak sangat tidak mudah untuk langsung mempunyai tingkah laku baru yang diharapkan. Dia harus dilatih terlebih dahulu. Oleh sebab itu, konselor perlu menolong anak untuk belajar tingkah laku baru. Ruang konseling dapat digunakan sebagai ruang latihan, dan anak diminta untuk mempraktekkan langsung tingkah laku baru yang ingin dilakukannya kemudian. Untuk beberapa masalah yang dihadapi anak, misalnya kemarahan, anak ditolong untuk melakukan tindakan visualisasi langsung, dengan metode eksternalisasi (lihat fase 3) untuk mengatasi kemarahan
Fase keenam : terminasi. Setelah melihat, review dan memperbincangkan dengan anak dan orang tua, dan melihat kemajuan konseling yang sudah terjadi, konseling dapat diselesaikan dan doa kita perlu terus menyertai anak-anak itu, agar hanya tangan KUAT Tuhan yang selalu menjaga dan menguatkan mereka dalam semua pergumulan hidup yang akan dihadapi mereka di depan.
Ingat: peran orang tua dalam semua fase konseling anak sangatlah penting dan menentukan. Informasikan apa saja yang dibutuhkan orang tua untuk menolong anak dengan cara dan pola seperti yang kita harapkan terjadi di rumah. Komunikasi dengan orang tua memegang peranan yang sangat besar dalam hal ini.
DUA MASALAH YANG PALING SERING MUNCUL DALAM KONSELING:
Resistensi
Seringkali anak menolak untuk bekerja sama atau terbuka kepada konselor. Pada umumnya, mereka bukanlah menolak konselor. Mereka seringkali merasa tidak sanggup menghadapi kesedihan, sakit, luka, dan kemarahan mereka, sehingga mereka sering memilih untuk menghindar atau malah menjauhi konselor yang akan membantu mereka. Hal itu mereka lakukan untuk melindungi diri dan menghindari keadaan atau perasaan yang tidak nyaman. Seringkali beberapa tanda juga menyertai resistensi mereka, antara lain: Pertama: Regresi (kemunduran kemampuan). Kedua: Denial (menyangkali keadaan). Ketiga: Avoidance (menolak dan menghindari pembicaraan). Keempat: Repression (menekan / menyembunyikan) perasaan. Kelima: Projection (memproyeksikan perasaan kepada benda atau ke orang lain). Keenam: Rasionalisasi (Mengurangi perasaan tidak nyaman – cenderung unhelpful thought). Ketujuh: Reaction Formation (Tindakannya tidak sama dengan perasaan – tidak jujur). Kedelapan: Defence mechanism (mekanisme pertahanan). Kesembilan: defensive behaviour (melakukan sesuatu yang bertentangan dengan yang seharusnya dilakukan untuk mempertahankan diri). Hal yang dapat dilakukan konselor untuk anak yang melakukan resistensi adalah mengijinkan hal itu terjadi sebagai proses normal, perkuat joining, dan sabar menunggu sampai anak benar-benar siap untuk membuka dirinya. Jangan memaksa anak. Hal itu akan membuat anak semakin menghindar dan shut down terhadap kita. Gunakan feedback, beri validasi sampai dia mengerti bahwa konselor sangat mengerti keadaannya. Setelah itu, kembali lagi ke pergumulannya dengan pendekatan yang berbeda.
Transference
Konselor perlu benar-benar membereskan dirinya sendiri sebelum melayani anak-anak yang bermasalah. Jika konselor sendiri belum berdamai dengan diri dan keadaannya, konseling hanya akan memperburuk keadaan konselor maupun anak, karena konselor sendiri terjebak dengan keadaan dirinya sendiri, yang mungkin sangat mirip dengan apa yang dialami anak pada waktu itu.
PENGGUNAAN BEBERAPA MEDIA DALAM KONSELING ANAK
MINIATUR BINATANG
1.Sekumpulan binatang berbagai jenis (binatang buas, ternak, jinak, dinosaurus, binatang peliharaan, dll)
2.Benda-benda pendukung lainnya (misalnya pagar, dll)
Langkah-langkah penggunaan Miniatur binatang dalam terapi anak:
Langkah-langkah penggunaan Miniatur binatang dalam terapi anak:
1.Pilihlah binatang yang paling menyerupai / menggambarkan dirimu
2.Pilihlah biatang yang mewakili keluargamu, sekolahmu, dll
3.Susunlah binatang itu menurut kedekatan hubungan mereka
4.Bila ada satu binatang tidak ada (salah satu yang berpengaruh), apa yang terjadi ?
5.Susunlah binatang itu yang membuat semua yang di dalamnya merasa lebih bahagia. (akhiri konseling dengan sesuatu yang melegakan / membahagiakan)
SAND TRAY
1.Kotak pasir, pasir yang bersih dan berukuran lebih besar
2.Perlengkapan: benda-benda apa saja (yang akan dijadikan simbol / lambang )
Langkah-Langkah menggunakan Sand Tray dalam terapi anak:
1.Kumpulkan informasi penting mengenai apa yang sedang terjadi dalam diri anak (misalnya : perceraian, kematian, dll). Observasi cara anak bermain, cara meletakkan lambang, pemilihan lambang, emosinya, raut wajahnya, dan tema selama bermain.
2.Beri feedback dan gunakan open question untuk memancing anak bercerita lebih banyak mengenai apa yang sedang terjadi dengannya.
3.Beri dia kesempatan untuk menata mainan tersebut berdasarkan apa yang membuatnya lebih bahagia dibanding dengan apa yang telah terjadi.
CLAY
1.Clay, malam, tanah liat
2.tatakan untuk bermain malam (agar kebersihan tetap terjaga)
3.Benda-benda pendukung (alat untuk memotong, membentuk, mencetak, dll)
Langkah-Langkah menggunakan Clay dalam terapi anak:
1.Minta anak berteman dengan clay (dengan meminta mereka melakukan sesuatu; membuat bola, memipihkan, membuat ular, melingkarkan ke jari, dll). Ingat: observasi dan feedback
2.Meminta anak memilih bagian mana dari aktifitas tadi yang disukainya. Diperagakan lagi.
3.Minta dia membuat dirinya (bentuk apa saja kecuali bentuk asli manusia)
4.Coba minta mereka membuat anggota keluarga lain
5.Atur berdasarkan kedekatan. Minta dia merefleksi perasaannya.
6.Dengan clay, minta dia mengekspresikan perasaan (misalnya apa yang membuatnya marah, dll)
7.Minta anak berdiri, pegang clay yang melambangkan perasaannya. Katakan pada clay itu dengan suara keras (saya marah karena...), lempar clay ke bawah. Ingat: konselor harus tenang supaya situasi lebih terkendali
8.Atur posisi anggota keluarga yang membuatnya semua lebih bahagia
9.Tanyakan perasaannya sekarang
10.Konfirmasi: apa dia atau konselor yang beritahu orang tua mengenai apa yang perlu orang tua ketahui. Setelah itu mainan dapat dirapikan.
FRUIT TREE DRAWING
1.Kertas gambar, pensil dan krayon
2.kursi dan meja kecil untuk menggambar.
Langkah-Langkah menggunakan Fruit Tree drawing dalam terapi anak:
1.Minta anak menggambar sebuah pohon yang menggambarkan dirinya.
2.Dialog dengan anak mengenai gambar itu; misalnya mengenai pohon apa itu, apa hidup sendiri / bersama, bagaimana buahnya, apa yang terjadi dengan pohon itu, dll. Gunakan kata ganti orang pertama untuk bercerita mengenai pohon itu. Minta anak menceritakan lebih banyak tentang dirinya dan apa yang dipikirkan mengenai diri dan lingkungannya. Ingat: observasi dan feedback adalah hal krusial untuk menolong anak bercerita.
COMIC STRIP
1.Kertas dengan 3 kotak untuk menggambar
2.Alat gambar / warna
Langkah-Langkah menggunakan Comic Strip dalam terapi anak:
1.Untuk kotak pertama : minta anak menggambar apa yang sedang terjadi saat ini (sumber masalahnya).
2.Untuk kotak kedua : tindakan yang membuat anak terhindar dari masalah
3.Untuk kotak ketiga : apa yang dapat dilakukan untuk menolongnya terhindar dari problem yang timbul.
4.Penekanan: anak punya pilihan dan segala pilihan pasti ada konsekuensinya masing-masing.
PENUTUP
Anak-anak mengalami banyak krisis dalam kehidupan mereka. Keadaan mereka yang sakit, mengalami trauma, kelainan biologis, masalah patologis, dan sebagainya telah sampai kepada titik yang sangat mendesak untuk memperoleh pertolongan pastoral. Terapi bermain adalah salah satu metode yang sangat efektif untuk menolong anak mendapat pelayanan secara pastoral. Saya hanya berdoa, supaya Tuhan membangkitkan lebih banyak orang yang mencintai anak-anak, yang memberi diri mereka untuk membalut luka dan menolong anak untuk menemukan pertolongan, kasih sayang, penerimaan, dan sukacita di dalam Kristus. ”Terpujilah Engkau Tuhan. Engkau yang memanggil kami dan mengganggap kami layak untuk mengambil bagi dalam pekerjaan-Mu yang mulia. Biarlah Engkau saja yang terus membentuk dan memperlengkapi kami, menjadi seorang yang memberi diri bagi anak-anak yang terluka dan terpinggirkan disekitar kami. Biarlah setiap anak yang kami layani, menemukan Engkau dalam hidup kami, dan mengikuti teladan kami, memberi diri seluruhnya bagi Kristus yang mulia. Segala kemuliaan hanya bagi Tuhan”. (RT09)
No comments:
Post a Comment