Search This Blog

REMEMBERING OUR PRECIOUS DAUGHTER, HARRIETT ELIZABETH TEJALAKSANA (June. 27, 2015)

Benaiah is already with us. He is so precious boy.

Tuesday, June 29, 2010

Love Them Like Jesus - Casting Crowns

Love them like JESUS

"LOVE THEM LIKE JESUS"
CASTING CROWN - Lifesong live
 This is a great story song from Casting Crown. The title is love them like Jesus. The song tells us about how lost this world without God's love. So many broken heart of the little children and families. We need to put on Jesus' heart to our heart, to realize HIS broken heart for the unloved people. Just love them as Jesus loves them. No need to be the answers of all questions. Just share HIS love.... to the broken world. to the children in need. To the fatherless children. 



"Love Them Like Jesus"

The love of her life is drifting away
They're losing the fight for another day
The life that she's known is falling apart
A fatherless home, a child's broken heart

You're holding her hand, you're straining for words
You trying to make - sense of it all
She's desperate for hope, darkness clouding her view
She's looking to you

Just love her like Jesus, carry her to Him
His yoke is easy, His burden is light
You don't need the answers to all of life's questions
Just know that He loves her and stay by her side
Love her like Jesus
Love her like Jesus

The gifts lie in wait, in a room painted blue
Little blessing from Heaven would be there soon
Hope fades in the night, blue skies turn to gray
As the little one slips away

You're holding her hand, you're straining for words
You're trying to make sense of it all
They're desperate for hope, darkness clouding their view
They're looking to you

Just love them like Jesus, carry them to Him
His yoke is easy, His burden is light
You don't need the answers to all of life's questions
Just know that He loves them and stay by their side
Love them like Jesus

Lord of all creation holds our lives in His hands
The God of all the nations holds our lives in His hands
The Rock of our salvation holds our lives in His hands
He cares for them just as He cares for you

So love them like Jesus, love them like Jesus
You don't need the answers to all of life's questions
Just know that He loves them and stay by their side
Love them like Jesus
Love them like Jesus


will you love somebody today, like Jesus ?

Monday, June 28, 2010

Doa bagi anak-anak dalam Krisis (Holly Folger, We Raise Them To You)

SEBUAH DOA BAGI ANAK-ANAK DALAM KRISIS
 Holly Folger - We Raise them to YOU

 

Tuhan, sungguh pedih melihat mereka. Sungguh menyakitkan untuk melihat kepada anak-anak ini. Setelah kami melihat gambar/foto mereka dan bertanya kepada kami sendiri hidup macam apakah yang mereka sebenarnya bisa miliki, reaksi kami adalah untuk segera mencari sesuatu yang lain yang bisa menarik perhatian kami. Kebutuhan mereka sungguh sangat besar. Kalau kami tidak berhati-hati, kami bakal mencampur-adukkan mereka di pikiran kami: anak-anak jalanan, anak-anak peperangan, anak-anak pelacuran, yatim AIDS -- Tuhan, tolonglah mereka semua!

Tuhan, tolonglah kami untuk tidak pernah melupakan bahwah Engkau tahu name dan hati setiap anak ini seintim Engkau mengenal kami. Janganlah biarkan kami tenggelam oleh semua kebutuhan ini sampai kami benar-benar tidak sanggup. Jangan biarkan hati kami, karena saking dipenuhinya oleh gambaran penderitaan mereka, sampai-sampai kami hanya merasa bersalah dan berdoa satu dua kali dan kembali kepada ketidak-pedulian. Kami ingin menuruti perintahMu di Yesaya 1:16-17: "... Berhentilah berbuat jahat, belajarlah berbuat baik; usahakanlah keadilan, kendalikanlah orang kejam; belalah hak anak-anak yatim, perjuangkanlah perkara janda-janda!"

Kami mau mengubah kepedihan kami -- kepedihanMu -- menjadi tindakan. Apakah yang paling menyedihkanMu? Kami tahu bahwa Kau cinta anak-anak ini. Setelah Engkau berkata, "Biarkanlah anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka datang kepada-Ku," Engkau mengambil mereka di tanganMu, menaruh tanganMu atas mereka dan memberkati mereka. Engkau mungkin rindu untuk melakukan hal yang sama kepada anak-anak jaman sekarang. Kami mendoakan untuk pengharapan. Mereka hidup setiap hari tanpa harapan. Seperti apakah rasanya melihat kehidupan yang tiada tujuan dihadapanmu, dibenci oleh sebagian orang dan diabaikan oleh semua orang lain? Seperti apakah rasanya melihat berbagai orang datang dan pergi dalam hidupmu, tetapi tahu bahwa mereka tidak pernah tinggal untuk jangka waktu yang lama? Apa yang terjadi bila setiap orang menghilang atau memungkiri kepercayaanmu? Setiap orang sekali-sekali mengalami hal yang seperti ini, tetapi bagaimana rasanya jika kau tidak pernah bisa mengharapkan yang lebih baik untuk terjadi?

Anak-anak ini perlu melihatMu, Tuhan Allah mereka. Bapa duniawi mereka mungkin telah memukuli mereka setiap malam, atau menyiksa mereka secara seksual sampai mereka melarikan diri ke jalanan. Mereka berhadapan dengan mucikari, orang-orang asing, petugas polisi yang kasar, dan banyak orang lagi yang mengekspoitasi mereka. Tiada satupun yang menunjukan kasih terhadap mereka, bahkan rekan-rekan sependeritaan merekapun tidak. Tuhan, tunjukanlah kepada mereka apa yang Kau tunjukan kepada kami: bahwa Engkau adalah penyedia yang terus menerus mengasihi, yang menghiraukan jati diri kami, yang rindu untuk bersama-sama dengan kami setiap hari, dan yang telah memberikan DiriNya supaya kami bisa hidup. Tunjukanlah DiriMu melalui hambaMu selagi mereka mengubah kasihMu menjadi tindakan nyata. Tunjukanlah kepada anak-anak ini rasa aman dan ketentraman dalam hubungan pribadi dengan Engkau. Mereka belum merasa aman ataupun tentram saat ini. Tunjukanlah bagi kami bagaimana kami dapat mencintai anak-anakMu. Dalam nama Kristus Yesus penebus kami dan penyayang anak-anak yang sejati. Amin. (sadur:RT2010)

Mengadakan perubajan pada anak-anak

MENGADAKAN PERUBAHAN PADA ANAK-ANAK
(Teacher's Devotion at Indonesian orphans' Document) 

 Seorang lelaki sedang berjalan di sepanjang pantai suatu pagi yang cerah. Air pasang menyapu beribu-ribu bintang laut yang tertinggal dan mengering di pantai. Di kejauhan ia melihat seorang anak lelaki memungut bintang laut dan melemparkannya kembali ke laut. Sambil mendekati anak itu, pria itu bertanya, "Saya rasa saya tahu apa yang sedang kamu lakukan, tapi apakah kamu pikir itu akan berguna bagi bintang laut itu?" Sambil melirik bintang laut di tangannya, anak itu menjawab, "Saya tidak tahu, Pak, tapi buat yang satu ini, akan berguna." Dan anak itu melemparkan bintang laut itu ke laut.

Barangkali Anda tertimbun oleh krisis yang Anda lihat; berjuta-juta anak hidup di jalanan, trauma oleh peperangan, cacat, bekerja sebagai budak di perkerjaan yang berbahaya, terperangkap dalam industri pelacuran, yatim karena AIDS, atau mengidap virus HIV. Tetapi, seperti yang digambarkan cerita di atas, kita harus percaya bahwa Allah Bapa akan mengadakan perubahan dalam hidup anak-anak itu sewaktu kita menaruh mereka, satu per satu, ke dalam tanganNya.


Apa Yang Bisa Kita Lakukan?

Ÿ 1. Doakan anak-anak yang dalan krisis di seluruh dunia, dan ajarlah orang lain bagaimana berdoa untuk mereka.
Ÿ  2. Mendukung dalam dana dan tenaga kepada orang-orang yang bekerja dengan anak-anak dalam krisis.
Ÿ  3. Dapatkan informasi bagi Anda sendiri dan bagi murid-murid Anda melalui materi ini dan lain-lain. Carilah kabar mengenai anak-anak dalam krisis. Suarakanlah kepedulian Anda kepada pemimpin nasional Anda selayaknya.
Ÿ  4. Dengan bimbingan Tuhan, ambilah/lakukanlah misi jangka-pendek sampai mendapatkan informasi bagi Anda dan bagi orang-orang lain tentang kebutuhan ini, atau terimalah panggilan pelayanan jangka-panjang.

Sumber: www.indonesianorphans.com 
Siapakah Anak-Anak Dalam Krisis?
(Indonesia orphans document) 



Tetapi Yesus berkata: "Biarkanlah anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka datang kepada-Ku; sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Sorga." Matius 19:14.

Pendahuluan: 
    Bayangkan reaksi dari murid-murid Yesus ketika mereka mendengar Yesus berkata demikian. Bukankah mereka hanya berusaha untuk melindungi Dia dari gangguan yang   disebabkan oleh kedatangan anak-anak. Yesus adalah orang penting, dan Dia tidak ada waktu untuk berdoa atau berbicara dengan anak-anak. Benarkah? Bukankah alasan utama Dia datang adalah untuk meluangkan waktu bagi orang-orang yang membutuhkan Dia?

Anak-anak
    Mereka adalah mayoritas utama yang bisu. Walaupun mereka adalah setengah dari insan manusia, mereka menanggung penderitaan dunia lebih dari yang selayaknya mereka alami. Problema-problema masyarakat kian memburuk dan sangat merugikan anak-anak. Ketika orang-orang dewasa lapar, anak-anak kelaparan. Ketika orang-orang dewasa sakit, anak-anak meninggal. Dalam sepuluh tahun terakhir, lebih banyak anak-anak yang meninggal dalam pertempuran global kita daripada tentara. Setiap hari, 35.000 anak-anak menjadi korban dari hal-hal yang sebenarnya dapat dihindari, karena kita kekurangan hati dan keberanian untuk berjuang demi mereka. Setiap hari! Tanpa pengaruh kuasa atau pilihan, mereka menderita diam-diam, hanya Tuhan yang tahu air mata dan ketakutan mereka." (Stafford 1996)

    Walaupun anak-anak adalah manusia yang kurang dihargai di dunia ini, mereka adalah berharga di mata Allah Bapa. Anak-anak mempunyai kualitas iman yang paling penting seperti yang dikatakan Yesus sebagai terhadap pertanyaan pengikutNya, "Siapakah yang paling besar di dalam Kerajaan Surga?" Maka Yesus memanggil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka lalu berkata: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Sedangkan barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga." (Matius 18:2-4). Apakah sifat-sifat iman anak-anak? Sifat-sifat itu adalah: hati yang polos, keingin-tahuan, kerendahan-hati, kerentanan, kebergantungan terhadap orang lain, kasih tanpa syarat, dan mudah percaya; sifat-sifat yang seharusnya kita kembangkan dalam hidup kita sendiri. Kalu kita cukup beruntung untuk bekerja dengan anak-anak, kita dapat melihat sifat-sifat ini nampak dalam kehidupan mereka sehari-hari.

     Anak-anak sangat beraneka rupa, bentuk, dan warna. Mereka mempunyai kesukacitaan, harapan, cita-cita, dan impian yang berbeda-beda. Tuhan menciptakan seorang anak dengan keunikan sesuai dengan citraNya, menciptakan seorang demi seorang penuh dengan potensi. Dia juga merencanakan masa kanak-kanak sebagai waktu yang spesial untuk memelihara karunia-karunia dan kemampuan yang diberikan Tuhan kepada anak kecil. Dengan bantuan dan pacuan keluarga dan teman-teman, anak-anak seharusnya menggunakan masa ini untuk menemukan jati diri." (Kilbourn 1996)

    Apapun masalah yang dihadapi anak-anak sewaktu bertumbuh, keluarga harus selalu menjadi tempat yang aman. Keluarga harus menjadi tempat di mana kasih adalah tanpa syarat dan hubungan yang didasarkan atas saling percaya.

    Gambaran PBB mengenai masa kanak-kanak yang normal telah menjadi bahan ejekan bagi berjuta-juta orang: "Anak-anak di dunia itu polos, rentan, dan bergantung pada orang lain. Mereka juga mempunyai rasa ingin tahu, aktif, dan penh harapan. Waktu-waktu mereka seharusnya masa bahagia dan damai, masa bermain, belajar, dan bertumbuh. Masa depan mereka seharusnya dibentuk dalam keharmonisan dan kerja sama. Kehidupan mereka seharusnya bertumbuh dewasa selagi mereka memperluas perspektif dan menimba sudut pandang baru.

    Anak-anak adalah berharga bagi Tuhan. Tetapi walaupun demikian, berjuta-juta anak-anak menjadi yatim, hidup di jalanan, menjadai pengungsi peperangan, atau dipaksa masuk ke dalam pelacuran atau menjadi tenaga kerja. "Tragisnya, sekilas pandang saja akan perubahan citra masa kanak-kanak bagi berjuta-juta anak yang hidup dalam keadaan yang susah, cukup untuk menggambarkan seberapa besar kerugian mereka, dan kehilangan mereka atas kesempatan untuk mengalami masa kanak-kanak yang normal dan sehat." (Kilbourn 1996). Sangat tidak masuk akal jikalau anak-anak, yang merupakan karunia terbesar dari Allah, harus mengalami penderitaan ini tanpa harapan dan kasih Allah dalam hidup mereka! Kata-kata Yesus adalah peringatan yang keras: "Tetapi barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil ini yang percaya kepada-Ku, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia ditenggelamkan ke dalam laut." (Matius 18:6).

    Sungguh di luar pengertian kita untuk betul-betul mengerti, jangankan untuk menyerap, penderitaan yang dialami oleh lebih dari 140 juta anak-anak yang hidup di jalanan tanpa kasih ataupun rasa aman dari keluarga, ataupun masyarakat; atau trauma yang dialami oleh 12 juta anak-anak yang telah menjadi gelandangan selama peperangan, banyak diantara mereka terpaksa hidup di tempat penampungan yang sesak di mana hanya sedikit kebutuhan mereka yang terpenuhi; atau 300.000 anak-anak yang turut berperang seperti orang dewasa di berbagai tempat di dunia; atau 12,1 juta anak-anak yang telah kehilangan salah satu atau kedua orang tua mereka karena AIDS; atau berjuta-juta bayi yang dilahirkan dari keluarga yang terjangkit HIV dan yang dibuang di pembuangan sampah; atau 100-300 juta anak-anak yang dipaksa untuk berkerja dalam kondisi yang sulit dan berbahaya. (Kilbourn 1996) Walaupun demikian, dibalik setiap angka dan statistik itu, terdapatlah sebuah wajah, sebuah nama, sebuah kehidupan, dan seorang jiwa. (McDonald 2000)

    Anak-anak dan masa kanak-kanak sedang berada dalam krisis yang tak pernah dialami sebelumnya. "Pada awal milenia ini, hampir sepertiga dari penduduk dunia berusia di bawah 15 tahun; yaitu sekitar 1,8 milyar." (Global evangelization movement 2000). "Dari semua anak-anak yang lahir saat ini, 80 persen hidup di negara berkembang di Afrika, Asia, Amerika Latin, dan sebagian Eropa di mana lazim terdapat kemiskinan yang ekstrim." (Statistics 1998). Menurut UNICEF, 130 juta anak-anak usia sekolah dasar tidak mempunyai akses untuk pendidikan, sehingga mereka tidak memiliki sarana untuk keluar dari siklus kemiskinan. (The state of the world's children 1999). Diperkirakan antara tahun 1998 dan 2025, 4,5 milyar anak-anak akan dilahirkan, membuat tantangan ini kian membesar. (World population profile 1998). "Masalah hancurnya masa kanak-kanak semakin lazim dalam hampir setiap bangsa, konteks, dan kebudayaan di dunia." (McDonald 2000)

    Anak-anak dipaksa untuk "tumbuh dewasa dalam sekejap" selagi mereka memelihara saudara kandung, selagi latihan untuk menjadi tentara dan maka dari itu latihan untuk membunuh, selagi bekerja keras untuk menunjang keluarga mereka. Anak-anak dimanfaatkan selagi mereka melayani keinginan anggota masyarakat melalui pelacuran. Peran sebagai orang dewasa yang dipaksakan atas anak-anak tidak menyisakan waktu bagi mereka untuk bermain, bersekolah, atau bergaul dengan kawan. Karunia masa kecil telah dicuri dari tangan anak-anak yang dalam krisis tersebut. Mereka menghabiskan waktu menjalani masa kecil mereka dalam pengalaman yang sangat merugikan, daripada menikmati pengalaman yang membantu dalam pembentukan karunia yang diberikan Tuhan.

    Kerugian ini antara lain kehilangan keluarga, kasih dan pemeliharaan ayah-ibu; kepolosan dan harga diri; kesempatan pendidikan; rasa aman; keutuhan jasmani; identitas dan status; kemampuan untuk percaya; kebutuhan dasar seperti makanan dan kebersihan; dan harapan, yang sering disebutkan oleh anak-anak sebagai kerugian terbesar. (Schoots 1998d)

    Setiap harinya, anak-anak ini mengalami kejadian-kejadian yang mungkin memaksa orang dewasa sekalipun untuk menyerah. Mereka sendirian, di-diskriminasi, dan menderita sakit, tanpa kasih, tanpa harapan, dan tanpa rasa kehadiran Tuhan.

    Ketika anak-anak hidup di situasi yang traumatis, harapan mereka diganti dengan keputus-asaan. Tawa ceria dan semangat riang mereka diganti dengan ketakutan, kesangsian, dan kesedihan. Mereka menanggung beban dan tanggung jawab yang jauh lebih besar dari selayaknya bagi mereka. Mereka mengalami rasa putus harapan yang sangat dalam, dan mereka tidak melihat adanya kesempatan untuk mengembangkan karunia mereka yang diberikan Tuhan. (Kilbourn 1996)

    Malangnya, anak-anak dipaksa untuk belajar dua pelajaran yang menyakitkan dan tragis: dunia ini bukanlah lagi tempat yang aman untuk hidup, dan orang dewasa tidak selalu dapat dipercaya. Melalui pengalaman pribadinya dengan penderitaan yang dihadapi anak-anak jalanan melalui pembunuhan, pembuangan, dan eksploitasi, David High berkata:

Seharusnya ada permohonan dari umat Tuhan di seluruh dunia agar pemerkosaan dan pembunuhan anak-anak ini dihentikan. Jika hati kita tidak berseru untuk belas kasihan bagi mereka, dan jika hati kita tidak terbeban oleh kenyataan hidup mereka, maka kita adalah orang-orang yang hatinya telah membatu dan dingin. Sekarang saatnya untuk bersujud dan memohon kepada Allah untuk mengganti hati yang telah membatu dengan hati yang baru yang penuh kasih. (Yehezkiel 36:26, Mazmur 51:10) (Kilbourn 1996)

    Allah Bapa kita mengerti sepenuhnya akan kepedihan dan ketakutan dari anak-anak di dunia yang menderita, apapun situasi mereka. KehendakNya yang terdalam adalah untuk menggugah kita, umatNya, untuk merentangkan tangan dengan kasih karunia Tuhan kepada mereka -- anggota-anggota termuda dalam keluarga di dunia. (Kilbourn 1996). Kita mempunyai tanggung jawab untuk membawa kabar kasih penebusan, penyembuhan, dan pengharapan Tuhan. Dalam Yesaya 61:1-4, sang nabi meramalkan pelayanan penyembuhan Yesus yang memulihkan hidup yang hancur dan membawa pembaharuan. Gambaran Yesaya mengenai pelayanan Yesus dengan indahnya menggambarkan keinginan Allah agar supaya masa kecil anak-anak yang tak terhitung banyaknya di dunia ini dipulihkan kembali ke pola asalnya. Berdoalah supaya melalui abu dan puing-puing, Tuhan akan membangkitkan "pohon-pohon kebenaran" yang akan memulihkan tempat-tempat yang telah lama hancur, dan supaya kemuliaanNya akan membawa pembaharuan bagi kehidupan anak-anak yang telah dikosongkan di seluruh dunia.

    Ada banyak anak-anak yang terbuang di dunia ini yang perlu tahu tentang kerinduan Tuhan untuk menjadi Bapa bagi mereka. Mereka tidak akan mendengar kabar ini dari orang-tua mereka. Mereka perlu mendengarnya dari orang-orang yang telah mengalami sendiri kasih Tuhan. Markus 10:13 berkata, "Lalu orang membawa anak-anak kecil kepada Yesus, supaya Ia menjamah mereka..." Biarlah generasi kita bisa dikatakan sebagai generasi yang membawa anak-anak itu kepada Allah. (Kilbourn 1996).

Sumber : Phyllis Kilbourn (Children in Crisis) dan www.indonesianorphans.com  



Sunday, June 27, 2010

Prayer for a children

 
A Prayer for the Children
by Amy Carmichael 

Father, hear us, we are praying,
Hear the words our hearts are saying,

We are praying for our children. 
Keep them from the powers of evil,
From the secret, hidden peril,

Father, hear us for our children. 
From the whirlpool that would suck them,
From the treacherous quicksand, pluck them,

Father, hear us for our children. 
From the worldling’s hollow gladness,
From the sting of faithless sadness,

Father, Father, keep our children.
Through life’s troubled waters steer them,
Through life’s bitter battles cheer them,

Father, Father, be Thou near them.
Read the language of our longing,
Read the wordless pleadings thronging,

Holy Father, for our children.
And wherever they may bide,
Lead them home at eventide.
Amy Carmichael Children in Crisis: A New Commitment, Phyllis Kilbourn Editor.





Saturday, June 26, 2010

The Family as a devoloping System


BACAAN KELUARGA 2
THE FAMILY AS A DEVELOPING SYSTEM
(berdasarkan buku The Family: a Christian Perspective on contemporary home bab 2) 

            Pada bab 2 ini, penulis mencoba mengupas 2 teori yang berbicara mengenai keluarga secara komprehensif, yaitu family system Theory dan family development theory. Dari kedua teori ini, penulis ingin menolong pembaca menemukan satu sistem yang menolong keluarga-keluarga untuk bertumbuh dan berkembang sesuai dengan naturnya sesuai dengan tujuan Allah menciptakan keluarga. Saya akan mencoba memberi sedikit ringkasan mengenai kedua teori ini dan aplikasinya bagi kehidupan.
 

 Family System Theory adalah teori yang menfokuskan diri kepada hubungan dan interaksi antara semua anggota keluarga yang ada di dalamnya dan melihat individu dalam konteks sebagai bagian dari anggota keluarga. Di tengah kehidupan modern yang cenderung individualistis, yang hanya menekankan pada apa yang menjadi kebutuhan dan keinginan pribadi, melihat keluarga sebagai satu sistem yang utuh dan bersama adalah satu cara yang indah. Banyak terapis keluarga dan sosiolog mulai menyadari pentingnya pendekatan ini. Untuk mengenal sistem di dalam keluarga, seseorang harus memulai mengidentifikasi batasan-batasan yang ada di sekitar keluarga tersebut. Semua yang ada di dalambatasan itu adalah anggota sebuah keluarga dan semua yang diluar batasan itu adalah bagian dari lingkungan luar keluarga. Batasan itu ada yang bersifat terbuka (artinya: adanya fleksibilitas input dan output dari dan keluar lingkungan. Ada batasan yang bersifat tertutup (artinya: batasan menjadi penghalang interaksi dari dan keluar lingkungan). Keadaan di dalam sistem keluarga inilah yang mempengaruhi keadaan seluruh anggota keluarga, baik dalam interaksi antar anggota keluarga maupun dengan lingkungan luar keluarga (social behavior). Dalam sistem keluarga ini, peran feedback process dalam mengotrol, menyeimbangkan atau mengubah tingkah laku keluarga sangatlah penting. Setidaknya ada 4 level feedback yang dikembangkan dalam sistem keluarga dan menjadi systemic change keluarga Pertama: Simple feedback, yaitu sistem cause – effect model. Hal ini sering dipakai untuk melatih dan menjadi stimulus untuk mengubah tingkah laku. Kedua: Cybernetic control, menjadi semacam sistem kontrol yang membentuk kebiasaan anggota keluarga, khususnya di dalam menjaga keseimbangan di dalam keluarga dan memberi keyakinan bahwa keluarga dapat berjalan dengan baik dan semestinya. Diperlukan fleksibilitas untuk ada di dalam level ini. Gambaran penulis mengenai self monitoring thermostat sangat menolong kita memahami level kedua ini. Ketiga: Morphogenesis, adalah satu level yang menolong anggota keluarga untuk belajar dan mencoptakan cara baru untuk merespon pada situasi tertentu (yang mungkin akan mengganggu sistem di dalam keluarga). Cara baru ini perlu diciptakan untuk mengantisipasi cara lama yang sudah tidak dapat digunakan lagi dalam masalah tertentu yang hadir dalam keluarga, misalnya ketika ada anggota keluarga yang sakit, meninggal, lahir, dan sebagainya. Keempat: Reorientation. Dalam bagian ini, seluruh keluarga telah mengalami perubahan yang drastis, terutama di dalam goal, pola pikir, dan tingkah laku keluarga secara keseluruhan.  
            Family Development theory, yang menolong kita melihat progresifitas keluarga lewat berbagai macam tahap-tahap kehidupan (stages of life). Keluarga adalah unit yang dinamis. Ketika variasi pertumbuhan keluarga dapat dilewati dengan baik, keluarga umumnya akan lebih siap bergerak bertumbuh dari satu tahap ke tahap yang lain. Namun ketika ada sesuatu yang menghambat sehingga keluarga mengalami hambatan, maka keluarga menjadi tidak siap untuk masuk ke tahap berikutnya. Ada banyak penyesuaian yang perlu di lakukan dalam setiap tahap-tahap itu (mulai dari tahap sebelum pernikahan, sampai ke tahap mempertahankan dan memperkembangkan hubungan di dalam keluarga). Setiap tahap memiliki masa transisi, yang sangat mempengaruhi hidup seseorang. Transisi terbesar dalam hidup seseorang adalah ketika mereka memutuskan untuk menikah, yang melibatkan begitu banyak penyesuaian, yang bahkan bisa sangat radikal bentuknya, mulai dari kemantapan di dalam pekerjaan, kelahiran anak, pertumbuhan anak ke usia remaja, anak-anak menginjak dewasa dan hidup mendiri (meninggalkan rumah), dan kemudian orang tua benar-benar tinggal berdua saja di rumah. Perubahan yang tentu tidak mudah untuk dihadapi. Transisi yang mungkin saja mengubah dan mempengaruhi hidup secara keseluruhan.
            Dari kedua teori di atas, penulis mencoba mengintegrasikan keduanya dalam mendiskusikan kehidupan keluarga, yang merupakan sistem yang terus berkembang dan dinamis seiring dengan berkembangnya waktu. Dari kedua teori di atas, penulis ingin memberi gambaran bagaimana membangun keluarga yang kuat dan sehat. Setidaknya ada 4 area utama yang pelru dianalisis untuk mengetahui sebuah keluarga adalah keluarga yang kuat / sehat, atau keluarga yang lemah / tidak sehat.
            Pertama: Cohesion, berhubungan dengan tingkat kedekatan emosional yang ada di dalam keluarga. Ada penghargaan terhadap keberadaan individu lain di dalam keluarga.  Jika dalam keluarga terlalu kohesif, maka akan terjadi kelekatan yang terlalu kuat, sehingga saling bergantung secara berlebihan, munculnya sikap yang berlebihan terhadap satu hal sehingga menghambat penemuan solusi untuk masalah itu. Ini disebut enmeshment. Dipihak lain, ada yang disebut disengagement, anggota keluarga jarang bersentuhan secara emosi, sedikit sekali keterlibatan anggota lain, tidak saling memberi kontribusi. Keadaan ini tidak akan dapat membangun dan menyediakan pertolongan dan support pada waktu dibutuhkan. Keluarga yang sehat adalah keluarga yang membangun kohesifitas mereka diatas sikap mutualistik dan saling terlibat secara sehat. Tiap anggota keluarga saling terlibat di dalam keluarga, namun juga memiliki kehidupan dan keterlibatan di luar keluarga. Ini disebut differentiation, yang berguna untuk membangun keluarga yang sehat dan seimbang.
            Kedua: Adaptability. Keluarga yang tingkat adaptability-nya dalam level yang sangat tinggi cenderung menghasilkan keluarga yang chaotic. Sebaliknya, keluarga yang inflexible dan tingkat adaptability yang sangat rendah mengakibatkan ketidakseimbangan dalam keluarga, yang cenderung mengganggu perkembangan keluarga itu secara keseluruhan maupun secara individual. Keluarga yang sehat harus memiliki tingkat adaptasi yang seimbang, yang cenderung melihat keadaan dan situasi sebagai unsur yang menyertai flexibilitas keluarga.
            Ketiga: Communication. Komunikasi sangat penting dan mendasar dalam keluarga yang sehat. Komunikasi yang baik akan menolong menemukan clarity of perception (waktu menerima info) dan clarity of expression (waktu menyampaikan info) dan membangun empathic skills sehingga menghasilkan komunikasi yang efektif dan sehat.
            Keempat: Role Structure. Tiap anggota keluarga memiliki peran masing-masing. Peran yang jelas, namun juga cukup fleksibel akan menolong setiap anggota keluarga berfungsi sebagaimana mestinya. Hal ini akan mendorong pertumbuhan yang sehat dari setiap anggota keluarga maupun sistem keluarga yang menjadi pendukung utama dalam keluarga.

Kesimpulan Bab 2:
Dari bab ini, saya semakin mengerti  bahwa keluarga adalah unit yang sangat dinamis dan unik. Masing-masing anggota keluarga adalah bagian penting dari semua sistem yang berlaku di dalam keluarga. Keluarga yang sehat dan kuat adalah keluarga yang bertumbuh dengan sehat dalam sistem yang sehat dan masing-masing anggota keluarga menjalankan peran yang benar untuk mendukung keberhasilan keluarga secara bersama-sama. Papa, mama, anak-anak, semua saling sayang... semua berarti dan sama berharganya.... Tuhan ada di dalamnya. Sungguh indah hidup ini....n (Rudy Tejalaksana 2010)

The Family as a devoloping System

BACAAN KELUARGA 2
THE FAMILY AS A DEVELOPING SYSTEM
(berdasarkan buku The Family: a Christian Perspective on contemporary home bab 2) 

            Pada bab 2 ini, penulis mencoba mengupas 2 teori yang berbicara mengenai keluarga secara komprehensif, yaitu family system Theory dan family development theory. Dari kedua teori ini, penulis ingin menolong pembaca menemukan satu sistem yang menolong keluarga-keluarga untuk bertumbuh dan berkembang sesuai dengan naturnya sesuai dengan tujuan Allah menciptakan keluarga. Saya akan mencoba memberi sedikit ringkasan mengenai kedua teori ini dan aplikasinya bagi kehidupan.
            Family System Theory adalah teori yang menfokuskan diri kepada hubungan dan interaksi antara semua anggota keluarga yang ada di dalamnya dan melihat individu dalam konteks sebagai bagian dari anggota keluarga. Di tengah kehidupan modern yang cenderung individualistis, yang hanya menekankan pada apa yang menjadi kebutuhan dan keinginan pribadi, melihat keluarga sebagai satu sistem yang utuh dan bersama adalah satu cara yang indah. Banyak terapis keluarga dan sosiolog mulai menyadari pentingnya pendekatan ini. Untuk mengenal sistem di dalam keluarga, seseorang harus memulai mengidentifikasi batasan-batasan yang ada di sekitar keluarga tersebut. Semua yang ada di dalam batasan itu adalah anggota sebuah keluarga dan semua yang diluar batasan itu adalah bagian dari lingkungan luar keluarga. Batasan itu ada yang bersifat terbuka (artinya: adanya fleksibilitas input dan output dari dan keluar lingkungan. Ada batasan yang bersifat tertutup (artinya: batasan menjadi penghalang interaksi dari dan keluar lingkungan). Keadaan di dalam sistem keluarga inilah yang mempengaruhi keadaan seluruh anggota keluarga, baik dalam interaksi antar anggota keluarga maupun dengan lingkungan luar keluarga (social behavior). Dalam sistem keluarga ini, peran feedback process dalam mengotrol, menyeimbangkan atau mengubah tingkah laku keluarga sangatlah penting. Setidaknya ada 4 level feedback yang dikembangkan dalam sistem keluarga dan menjadi systemic change keluarga Pertama: Simple feedback, yaitu sistem cause – effect model. Hal ini sering dipakai untuk melatih dan menjadi stimulus untuk mengubah tingkah laku. Kedua: Cybernetic control, menjadi semacam sistem kontrol yang membentuk kebiasaan anggota keluarga, khususnya di dalam menjaga keseimbangan di dalam keluarga dan memberi keyakinan bahwa keluarga dapat berjalan dengan baik dan semestinya. Diperlukan fleksibilitas untuk ada di dalam level ini. Gambaran penulis mengenai self monitoring thermostat sangat menolong kita memahami level kedua ini. Ketiga: Morphogenesis, adalah satu level yang menolong anggota keluarga untuk belajar dan mencoptakan cara baru untuk merespon pada situasi tertentu (yang mungkin akan mengganggu sistem di dalam keluarga). Cara baru ini perlu diciptakan untuk mengantisipasi cara lama yang sudah tidak dapat digunakan lagi dalam masalah tertentu yang hadir dalam keluarga, misalnya ketika ada anggota keluarga yang sakit, meninggal, lahir, dan sebagainya. Keempat: Reorientation. Dalam bagian ini, seluruh keluarga telah mengalami perubahan yang drastis, terutama di dalam goal, pola pikir, dan tingkah laku keluarga secara keseluruhan.  
            Family Development theory, yang menolong kita melihat progresifitas keluarga lewat berbagai macam tahap-tahap kehidupan (stages of life). Keluarga adalah unit yang dinamis. Ketika variasi pertumbuhan keluarga dapat dilewati dengan baik, keluarga umumnya akan lebih siap bergerak bertumbuh dari satu tahap ke tahap yang lain. Namun ketika ada sesuatu yang menghambat sehingga keluarga mengalami hambatan, maka keluarga menjadi tidak siap untuk masuk ke tahap berikutnya. Ada banyak penyesuaian yang perlu di lakukan dalam setiap tahap-tahap itu (mulai dari tahap sebelum pernikahan, sampai ke tahap mempertahankan dan memperkembangkan hubungan di dalam keluarga). Setiap tahap memiliki masa transisi, yang sangat mempengaruhi hidup seseorang. Transisi terbesar dalam hidup seseorang adalah ketika mereka memutuskan untuk menikah, yang melibatkan begitu banyak penyesuaian, yang bahkan bisa sangat radikal bentuknya, mulai dari kemantapan di dalam pekerjaan, kelahiran anak, pertumbuhan anak ke usia remaja, anak-anak menginjak dewasa dan hidup mendiri (meninggalkan rumah), dan kemudian orang tua benar-benar tinggal berdua saja di rumah. Perubahan yang tentu tidak mudah untuk dihadapi. Transisi yang mungkin saja mengubah dan mempengaruhi hidup secara keseluruhan.
            Dari kedua teori di atas, penulis mencoba mengintegrasikan keduanya dalam mendiskusikan kehidupan keluarga, yang merupakan sistem yang terus berkembang dan dinamis seiring dengan berkembangnya waktu. Dari kedua teori di atas, penulis ingin memberi gambaran bagaimana membangun keluarga yang kuat dan sehat. Setidaknya ada 4 area utama yang pelru dianalisis untuk mengetahui sebuah keluarga adalah keluarga yang kuat / sehat, atau keluarga yang lemah / tidak sehat.
            Pertama: Cohesion, berhubungan dengan tingkat kedekatan emosional yang ada di dalam keluarga. Ada penghargaan terhadap keberadaan individu lain di dalam keluarga.  Jika dalam keluarga terlalu kohesif, maka akan terjadi kelekatan yang terlalu kuat, sehingga saling bergantung secara berlebihan, munculnya sikap yang berlebihan terhadap satu hal sehingga menghambat penemuan solusi untuk masalah itu. Ini disebut enmeshment. Dipihak lain, ada yang disebut disengagement, anggota keluarga jarang bersentuhan secara emosi, sedikit sekali keterlibatan anggota lain, tidak saling memberi kontribusi. Keadaan ini tidak akan dapat membangun dan menyediakan pertolongan dan support pada waktu dibutuhkan. Keluarga yang sehat adalah keluarga yang membangun kohesifitas mereka diatas sikap mutualistik dan saling terlibat secara sehat. Tiap anggota keluarga saling terlibat di dalam keluarga, namun juga memiliki kehidupan dan keterlibatan di luar keluarga. Ini disebut differentiation, yang berguna untuk membangun keluarga yang sehat dan seimbang.
            Kedua: Adaptability. Keluarga yang tingkat adaptability-nya dalam level yang sangat tinggi cenderung menghasilkan keluarga yang chaotic. Sebaliknya, keluarga yang inflexible dan tingkat adaptability yang sangat rendah mengakibatkan ketidakseimbangan dalam keluarga, yang cenderung mengganggu perkembangan keluarga itu secara keseluruhan maupun secara individual. Keluarga yang sehat harus memiliki tingkat adaptasi yang seimbang, yang cenderung melihat keadaan dan situasi sebagai unsur yang menyertai flexibilitas keluarga.
            Ketiga: Communication. Komunikasi sangat penting dan mendasar dalam keluarga yang sehat. Komunikasi yang baik akan menolong menemukan clarity of perception (waktu menerima info) dan clarity of expression (waktu menyampaikan info) dan membangun empathic skills sehingga menghasilkan komunikasi yang efektif dan sehat.
            Keempat: Role Structure. Tiap anggota keluarga memiliki peran masing-masing. Peran yang jelas, namun juga cukup fleksibel akan menolong setiap anggota keluarga berfungsi sebagaimana mestinya. Hal ini akan mendorong pertumbuhan yang sehat dari setiap anggota keluarga maupun sistem keluarga yang menjadi pendukung utama dalam keluarga.

Kesimpulan Bab 2:
Dari bab ini, saya semakin mengerti  bahwa keluarga adalah unit yang sangat dinamis dan unik. Masing-masing anggota keluarga adalah bagian penting dari semua sistem yang berlaku di dalam keluarga. Keluarga yang sehat dan kuat adalah keluarga yang bertumbuh dengan sehat dalam sistem yang sehat dan masing-masing anggota keluarga menjalankan peran yang benar untuk mendukung keberhasilan keluarga secara bersama-sama. Papa, mama, anak-anak, semua saling sayang... semua berarti dan sama berharganya.... Tuhan ada di dalamnya. Sungguh indah hidup ini....n (Rudy Tejalaksana 2010)

A Theological Basis for Family Relationships

BACAAN KELUARGA - 1
THE FAMILY : A CHRISTIAN PERSPECTIVE ON THE CONTEMPORARY HOME 

 Pendahuluan

            Buku ini adalah buku yang sangat indah dan memberi inspirasi yang kuat tentang pernikahan yang Allah inginkan bagi kita semua. Saya mencoba melakukan refleksi dalam setiap bacaan ini, agar bacaan ini benar-benar tertanam dalam pikiran dan hati saya. Oleh sebab itu, saya banyak menggunakan bahasa sendiri untuk mengerti apa yang penulis maksudkan dalam bukunya. Apa yang saya tulis di bawah ini bukanlah ringkasan dari isi buku, namun apa yang saya pahami dari seluruh bacaan. Biarlah Tuhan yang menanamkannya dalam hati kita yang membaca buku ini, dan menolong kita memiliki prinsip yang benar dalam mempersiapkan dan membina keluarga yang Tuhan beri dan rancangan bagi kita. Segala kemuliaan hanya bagi Tuhan Yesus.

A Theological Basis for Family Relationships

            Untuk memahami konsep Alkitab mengenai keluarga dan hubungan di dalamnya, kita perlu secara cermat menggunakan Alkitab dan memahaminya berdasarkan konsep dan konteks keseluruhan Alkitab mengenai kehidupan keluarga. Pengunaan Alkitab yang tidak memperhatikan konteks sosial, sejarah, dan budaya pada masa itu akan mengakibatkan pengurangan bahkan penyelewengan makna. James Dunn menyebut hal ini sebagai abuse of scripture. Salah satu fokus yang penting ketika berbicara mengenai teologi keluarga adalah konsep perjanjian Allah dan umat pilihan-Nya. Beberapa tokoh seperti Ray Andersen, Dennis Guernsey, Stuart McLean, mencoba menggali konsep ini lebih dalam sebagai konsep sentral teologi keluarga di dalam Alkitab. Penulis pun setuju dengan prinsip perjanjian ini sebagai dasar dan starting point dari semua konsep teologi yang dibangunnya di dalam buku ini.
            Penulis mengungkapkan 4 point penting yang menjadi elemen utama bangunan teologi mengenai hubungan keluarga, yaitu: covenant (Perjanjian), grace (Anugerah), empowering (Memberdayakan), intimacy (Keintiman). Keempat elemen ini tidak setara namun saling mempengaruhi dan bergantung satu dengan yang lain serta menghasilkan pertumbuhan di dalam hubungan keluarga. Penulis menggambarkan hubungan antar elemen di atas sebagai satu hubungan dinamis dalam bentuk spiral, yang terus saling memperkuat satu dengan yang lain.
Pertama: Covenant – To Love and Be Loved. Sebuah covenant bukanlah suatu kontrak. Covenant adalah sebuah hubungan dengan unconditional commitment yang diperlihatkan oleh Allah bagi umat-Nya dan sebagai role model  peran orang tua dalam keluarga. Allahlah yang mengambil inisiatif sebuah hubungan covenant. Penulis memberi contoh kisah Nuh (Kej 6:18-9:9; 10) dan kisah Abraham (Kej 15-17) sebagai dasar konsep Allah yang mengambil inisiatif sebuah perjanjian. Setidaknya ada 4 hal penting yang ingin diungkapkan penulis berdasarkan dua contoh di atas. Pertama: Komitmen Allah terhadap perjanjian itu mulai tidak bergantung kepada persetujuan dari objek (Nuh / Abraham) perjanjian Allah. Kedua: Allah ingin manusia meresponi covenant yang Allah mulai itu.  Itu bukan berarti Allah bergantung kepada respon manusia. Penulis menggambarkan covenant Allah sebagai everlasting covenant dan tidak tergantung sama sekali kepada Nuh dan Abraham. Ketiga: Ada offer dan responsibility  terhadap covenant yang Allah tawarkan. Kasih Allah tidak bersyarat, tapi untuk menerima berkat Allah yang ditawarkan bersifat conditional – bersedia menerima dan melakukan tanggung jawab sebagaimana yang telah ditawarkan. Keempat: Covenant Allah bukan saja terbatas antar Allah dan individu, namun terkait dengan keluarga mereka secara keseluruhan, menerima kasih Tuhan yang tidak bersyarat itu. Dari keempat hal ini, penulis mencoba menganalogikan prinsip unconditional commitment Allah dengan komitmen orang tua terhadap anak. Namun gambaran yang paling jelas dari prinsip ini adalah kehidupan Tuhan Yesus, yang benar-benar menggambarkan kasih tak bersyarat itu (berdasarkan Lukas 15). Bahkan I Yoh 4:19 dan I Yoh 10 benar-benar ingin menggambarkan bahwa Allah yang lebih dahulu mengasihi kita, tidak tergantung dari apapun dalam diri kita.
            Demikian halnya dengan hubungan di dalam keluarga harus pula dimulai dengan covenant love – sebuah perjanjian dengan kasih dan komitmen tanpa syarat, baik dalam hubungan unilateral (satu arah – memberi) karena hubungan yang masih dangkal, maupun hubungan unilateral (dua arah), yang cenderung merupakan hubungan yang dewasa. Tuhan menginginkan Komitmen dan kasih tanpa syarat ini bertumbuh dan menjadi bersifat resiprokal dan mutual antar individu dalam keluarga, untuk pertumbuhan dan kepuasan bersama.
            Kedua: Grace – To Forgive and Be Forgiven. Penulis mengatakan bahwa secara naturnya, covenant is grace. Sebuah komitmen tak bersyarat pasti dipenuhi dengan anugerah. Tuhan merancang keluarga untuk hidup di dalam anugerah dan pengampunan. Anugerah memberi kebebasan bagi anggota lain untuk bertumbuh dalam kasih dan komitmen. Kasih Allah yang tidak bersyarat memampukan kita untuk diampuni. Kita yang mendapat pengampunan Allah, dan hidup dalam kasih tak bersyarat-Nya, memampukan kita untuk mengasihi orang lain dengan kasih tak bersyarat yang sama seperti yang Allah berikan. Alkitab dengan jelas berkata bahwa tidak ada manusia yang sempurna dan dapat menyelamatkan dirinya sendiri dengan melakukan hukum-hukum. Semua manusia tidak berdaya dan membutuhkan anugerah untuk diselamatkan. Demikian juga dengan kehidupan keluarga. Konsep anugerah dalam hubungan keluarga sungguh amat krusial, khususnya di dalam hubungan saling mendukung dan memenuhi kebutuhan, pertumbuhan demi kebaikan bersama.
            Ketiga: Empowering - To Serve and Be Served. Seringkali power digunakan untuk mempengaruhi orang lain. Namun faktanya ketika power digunakan, seringkali justru melemahkan pihak yang dipengaruhi. Empowering (memberdayakan) sangatlah berbeda. Empowering adalah suatu cara untuk membangkitkan power pihak lain karena mendapat kekuatan, semangat dan motivasi dari orang yang melakukan empowering. Konsep Alkitab tentang hubungan dalam keluarga adalah mengenai empowering. Penulis mengatakan, ” If covenant is the love commitment and grace is the underlying atmosphere of acceptance, empowering is the action of God in people’s lives”. Yoh 10:10; 1:12-13, Gal 5:22-23, Ef 4:13 memberi gambaran yang jelas mengenai tujuan Allah yang bekerja di dalam hidup umat-Nya dalam bentuk empowering. Penulis memberi ilustrasi yang indah mengenai hidup Tuhan Yesus sebagai contoh empowering yang sangat indah. Dia berkata, ”Jesus rejected the use of power to control others, and instead affirmed the use of powert to serve others, to lift up the fallen, to forgive the guilty, to encourage responsibility and maturity in the weak, and to enable the unable”. Empowering adalah sebuah kasih dalam perbuatan. Dalam hubungan keluarga, setiap anggota keluarga pun akan menggunakan kekuatannya untuk membangun satu dengan yang lain. Namun hal ini hanya bisa ada ketika komitmen dan anugerah selalu menjadi dasar dari pelayan antar anggota keluarga. God empowers us, by the Holy Spirit, to empower others.
            Keempat: Intimacy – to know and to be known. Gambaran Allah dalam Kekristenan sangatlah berbeda dibandingkan dengan agama lain di dunia. Allah kita adalah ingin mengenal kita dan membiarkan diri-Nya yang mulia itu dikenal oleh manusia. Tuhan benar-benar mengerti dan mengenal kita (Bnd Rom 8:26-27). Allah memberi gambaran keintiman yang sangat dalam dari sebuah hubungan. Pada awalnya, Adam dan Hawa begitu terbuka dan transparan di hadapan Allah. Dosa membuat mereka merasa malu. Rasa malu membuat manusia menutupi dirinya agar supaya dirinya tidak diketahui. Manusia menggunakan topeng untuk menutupi dirinya satu dengan yang lain. Hubungan menjadi rusak. Hubungan yang benar di dalam keluarga, yang didasarkan pada komitmen dalam atmosfer anugerah yang menerima, dan semangat pemberdayaan dan saling mendorong yang kuat akan mendorong seseorang untuk membuka diri, secara intim dikenal dan mengenal anggota yang lainnya. Tuhan Yesus memberi gambaran yang paling jelas dari keintiman Allah dengan manusia. Dia datang sebagai hamba, mengosongkan diri, merendahkan diri-Nya untuk mengenal dan dikenal oleh manusia. Penulis mengatakan bahwa ketika anggota keluarga sudah mulai membuka diri dan berbicara dengan bebas, disanalah kepercayaan dan komitmen akan bertumbuh dengan sehat. Bukankah itu yang dikatakan juga di dalam I Yoh 4:16, 18-19 yang memberi gambaran bahwa kasih Allah yang sempurna menyingkirkan semua ketakutan dan selubung yang menutupi. Kasih Allah yang menjadi dasar dari kasih dalam hubungan keluarga akan membawa hubungan yang semakin dewasa, dan keintiman menjadi salah satu unsur penting di dalamnya.

Kesimpulan Bab 1:
            Penulis benar-benar memberi gambaran yang sangat indah mengenai konsep Alkitab mengenai keluarga. Ketika dunia yang terluka menawarkan kasih bersyarat, Alkitab menawarkan kasih tanpa syarat. Ketika dunia yang terluka menuntut kesempurnaan dalam hubungan, Alkitab menawarkan anugerah yang besar. Ketika dunia yang terluka menuntut kontrol terhadap orang lain, Alkitab menawarkan kekuatan untuk memberdayakan yang lain. Ketika dunia yang terluka menutup diri, menggunakan topeng karena takut disakiti, Alkitab menawarkan keintiman yang mendalam. Hubungan dimulai dari komitmen sebuah covenant yang benar-benar tidak bersyarat untuk membangun atmosfer kondusif penuh anugerah, penerimaan, pengampunan, dalam kondisi yang paling buruk sekalipun. Setiap anggota keluarga selalu menggunakan semua hal di dalam keluarga untuk saling mendukung, menolong dan memberdayakan satu dengan yang lain, yang memampukan setiap anggota keluarga membuka diri, merasa aman untuk intim; penuh perhatian, saling mengerti, saling berkomunikasi dan bersekutu dengan mendalam. Yang dihasilkan dari sebuah hubungan keluarga adalah pertumbuhan menuju kedewasaan dan kematangan. (RT2010)

Welcome to my joyful blog

Dear all friends,



Hi, thanks for visiting this blog. We made this blog because We want to share love, joy, and faith to all in need. We love to serve and help you, especially children and adolescent, to find the purpose of your life.



If you are in need of someone who listen and care, please contact me. if you need me in private, contact us freely to our email: rudytejalaksana@yahoo.com or contact us through facebook. I want to help you.... please let me know ya.

God loves you, guys